ADA
yang menarik dari hasil Seminar International yang diselenggarakan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Suryakancana (Unsur) Cianjur,
Selasa 24 Januari 2017 lalu.
Acara
yang digelar di Palace Hotel Cipanas Cianjur ini Panitia Seminar menghadirkan
guru besar dan profesor sosial, ekonomi dan politik asal Timur Tengah dan Asia
Tenggara, seperti halnya Prof. Dr. Syekh Ameen Al Btoush (Mu'tah University
Yordania Timur Tengah), Assoc. Prof. Dr. Khalif Muammar (CASIS UTM Malaysia),
dan H. Hendri Tanjung. Ph.D (Universitas Ibn Khaldun Bogor).
Seminar
yang dimoderatori Dr.H.Endang Jumali, Lc, MA, M.Si yang juga Dekan FEBI Unsur
ini sangat interaktif dan mengundang respon luar biasa atas keingintahuan
peserta. Sesuai teman seminar 'The Impact Of Middle East Social Conflict To
Economic Stability, Political and Religious in Islamic Countries" (Dampak
Konflik Sosial Timur Tengah, Terhadap Stabilitas Ekonomi, Politik dan
Keberagamaan di Negara-negara Muslim), semua pembicara menyoroti kondisi umat
Islam di dunia Arab dan Asia Tenggara.
Sesuai
judul makalah Prof Skeikh Ameen lebih menyoroti “Causes of The Arab Spring, the
Impact of Social Conflicts, Migration and Religious in Muslim Countries” (Penyebab
Revolusi Arab, Dampak Konflik Sosial, Migrasi dan Agama
di Negara-negara Muslim).
Revolusi
Arab “Arab Spring" bagi penulis merupakan isu yang kini tengah
hangat-hangatnya dibahas oleh para pengamat dunia. Guru Besar Mu’tah University
Yordania ini menilai jika umat muslim di dunia ingin kuat dan bersatu, maka harus
mengedepankan pendapat dan masukan para alim ulama.
Dia
mencontohkan Negara Yordania bisa aman meski berada di sekitaran negara-negara
yang tengah dilanda konflik Syria, Iraq, Palestina, Lebanon dan Arab
Saudi-Yaman, tetapi negara itu aman. Hal itu tidak lepas dari satu kesatuan
antara penguasa dengan rakyatnya, sebaliknya rakyat pun mencintai penguasanya.
Menurutnya,
jika umat Islam ingin mewujudkan persatuan dan tidak terpecah belah, maka kunci
utamanya yakni harus bersatunya alim ulama dan pemimpin negara. Peran ulama juga
bisa dikedepankan dalam kehidupan berbangsa dan beragama, dan akhirnya negara
Islam bisa bersatu.
Fenomena
tersebut terbalik di Indonesia, pemimpin negara ini sudah banyak tidak
mendengarkan lagi pendapat para ulama. Bahkan akhir-akhir ini seperti ada rasa
ketakutan dari petinggi negara jika fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang notabene diisi para alim ulama yang tidak diragukan lagi keilmuanya malah
dianggap bisa mengganggu stabilitas keamanan negara. Padahal lembaga ini sudah
berdiri 40 tahun dan selama ini pula tidak ada gejolak apapun atas keluarnya
fatwa-fatwa tersebut.
Bahkan
Wakil Ketua DPR-RI, Fahri Hamzah, sempat mengkritik pernyataan Kapolri Jenderal
Tito Karnavian soal Fatwa MUI yang dinilainya berpotensi menimbulkan gangguan
keamanan nasional. Menuduh MUI dan para ulama tidak berbhineka sama dengan
tidak paham sejarah Indonesia dan tidak paham posisi ulama dalam kemerdekaan.
Atas pernyataan tersebut mengindikasikan jika Kapolri tidak mengerti kemerdekaan
diraih bangsa ini dalam suasana keagamaan yang kental. Kemerdekaan bangsa
Indonesia karena adanya fatwa ulama.
Hal itu tercermin dalam pembukaan
UUD 45 sehingga dalam kalimat pembukaan tersebut tertulis "Atas berkat
rahmat Allah yang Maha Kuasa". Ini disadari betul oleh para pendiri
bangsa sehingga kalimat tersebut dicantumkan dalam pembukaan UUD 45. Dia pun menyarankan
Kapolri dan jajarannya ke depan untuk lebih banyak melakukan konsultasi dengan
para ulama sebagai penjaga umat khususnya umat Islam. Hal itu penting
dilakukan agar kapolri dan jajarannya tidak punya pandangan dan asumsi sendiri
soal ulama.Negara pun menurutnya bisa mendapatkan pemasukan sekitar Rp700 triliun dari berbagai instrumen keuangan sebagai hasil dari fatwa ulama. Seperti halnya keuntungan dengan fatwa ulama yang dicap halal oleh MUI. (Jawa Pos, edisi Rabu, 18 Januari 2017)
Pendapat ini juga dikuatkan Assoc. Prof. Dr. Khalif Muammar (CASIS UTM Malaysia) lewat tema makalahnya yang berjudul “Economic Situation of Political Stability After The Arabic Spring in Muslim Countries” (Situasi Ekonomi dari Stabilitas Politik Setelah Revolusi di negara-negara Muslim).
Khalif menilai jika sejarah Bangsa Melayu (Indonesia dan Malaysia) mencatat keberadaan ulama sudah ada sejak kedua negara ini belum berdiri. Bahkan bisa dicatat Islam sudah masuk 1.000 tahun lalu dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Maka tidak disangsikan lagi peran agama terutama para alim ulama dalam membangun manusia dan peradaban di kawasan Asia Tenggara.
Para
alim ulama selain mendirikan lembaga pendidikan, juga berkiprah membangun
ekonomi dan politik. Meski begitu konflik yang terjadi pasti ada dan justru
akan menyatukan dan menyebarkan lagi komunitas muslim yang lebih banyak.
Tidak
hanya itu, peradaban Asia juga membangun peradaban bukan hanya di barat, tetapi
juga di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia punya peradaban
yang luar biasa yang di dalamnya ditopang para alim ulama seperti di Kesultanan
Pasir (Sadurangas) Kalimantan Timur, Kesultanan Perlak di Aceh, dan Riau Lingga,
semua meninggalkan warisan untuk bekal menghadapi tantangan-tantangan yang
besar di masa depan.
Peradaban
yang tak kalah penting yakni peradaban Andalusia di Asia tengah yang telah
membangunkan peradaban yang besar dan jadi kebanggan umat Islam di seluruh
dunia. Peradaban ini sudah jadi acuan bagi perkembangan Eropa. Bagaimana tokoh
Islam seperti Ibnu Kholdun menulis jika
semua peristiwa yang kini terjadi harus dijadikan pelajaran (ibroh) untuk ke
depan lebih baik lagi.
Meski
sejarah perpecahan dan peperangan di Timur Tengah beberapa abad silam itu telah
menghancurkan peradaban Andalusia. Ratusan tahun yang lalu dunia Islam juga telah
mengalami peristiwa-peristiwa yang semua meninggalkan pelajaran bagi kita
semua.
Dalam Welcoming Speech The Rector Unsur Cianjur, Prof. Dr.
H. Dwidja Priyatno, SH, MH, S.pN menyampaikan ada perbandingan kondisi politik
dan ekonomi negara-negara Islam dengan beberapa kasus yang saat ini sedang
ditemui di Indonesia.
Dikatakan dia, permasalahan yang terjadi di dunia
khususnya Amerika, berimbas pada kegiatan ekonomi dan politik di dunia apalagi
bagi negara Islam. Apalagi, jika merujuk kepada negara yang berada di Timur Tengah.
Sebab negara yang ada di Timur Tengah semuanya bergejolak. Nah, justru itu
kenapa kita pilih Jordania di saat negara tetangganya sedang konflik, negara
itu masih adem ayem.(*)
)*
Penulis adalah Jurnalis dan Staf Pengajar FEBI Unsur, Kini Tengah Studi S3 di
SPS UIN SGD Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar