A.
Pendahuluan
Makin marak munculnya keyakinan dan
aliran-aliran agama baru jadi perhatian masyarakat dunia. Sebab di tengah makin
tinggi angka kepercayaan masyarakat pada agama, maka semakin tinggi pula pada
kepercayaan-kepercayaan yang di luar nalar dan rel dari ajaran agama yang
sebenarnya. Atheis jadi salah satu alternatif sebagian masyarakat barat untuk
menghindari kungkungan aturan kaku agama. Agama juga mempunyai kedudukan yang
amat penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya sebagai alat untuk membentuk
watak dan moral, tapi jugamenentukan falsafah hidup dalam suatu masyarakat. Hal
ini berarti nilai-nilai dannorma-norma budaya dibentuk dari agama. Agama
terbentuk bersamaan denganpermulaan sejarah umat manusia. Realita ini
merangsang minat orang untukmengamati dan mempelajari agama, baik sebagai
ajaran yang diturunkan melaluiwahyu, maupun sebagai bagian dari kebudayaan.
Ada dua hal yang menjadi alasan orang
berminat dalam mempelajariagama.Pertama: Agama sebagai suatu yang
berguna bagi kehidupan manusia baik secarapribadi maupun mayarakat.Kedua: Karena
ada pandangan yang negatif terhadap agama, di mana agama hanyadianggap sebagai
khayal, ilusi dan merusak masyarakat.[1]Walaupun
demikian bukan berarti bahwa semua manusia beragama, atauberagama pada kadar
yang sama. Dalam sejarah tercatat bahwa ada kelompok-kelompoktertentu yang anti
agama bahkan memusuhi agama, akan tetapi jugasebaliknya banyak juga
kelompok-kelompok yang sangat taat dan menghayatiajaran agamanya dan terjalin
baik sehingga kekuatan ghaib tersebut bisamemperkuat pribadinya. Sehingga agama
dapat menjadi anutan, ikutan dandihormati seperti imam, ulama, kyai, pendeta,
pastor dan lain-lain. Oleh karena itu agama merupakan aspek yang tidak
terpisahkan dari pribadi dan masyarakat.
Tulisan ini akan mencoba mengungkap
tentang makna agama yangsesungguhnya, sehingga fenomena-fenomena munculnya
gerakan-gerakankeagamaan baru yang dianggap sebagai sebuah jawaban atas setiap
persoalanpribadi atau kelompok tertuntaskan. Sementara pada sisi lain justru
hal ini menjadisuatu fenomena yang meresahkan, karena kelompok-kelompok
tersebut beradadalam kategori ”menyesatkan”.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Agama
Untuk memberikan batasan tentang makna
agama memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena pandangan orang terhadap
agama berbeda-beda. Adayang memandangnya sebagai suatu institusi yang
diwahyukan oleh Tuhan kepadaorang yang dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya,
dengan ketentuan-ketentuan yangtelah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil
kebudayaan, hasil pemikiranmanusia, dan ada pula yang memandangnya sebagai
hasil dari pemikiran orangorangyang jenius, tetapi ada pula yang menganggapnya
sebagai hasil lamunan,fantasi, ilustrasi.[2]Menurut
Mukti Ali minimal ada tiga alasan berkaitan dengan hal ini, yakni :
1.
Karena pengalaman agama adalah soal batini dan subyektif, juga
sangatindividualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai dengan
pengalamannyasendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh karena
itu tidakada orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya
dapatmembicarakan satu soal yang sama.
2.
Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosionallebih
dari pada membicarakan agama, karena agama merupakan hal yang saktidan luhur.
3.
Bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yangmemberikan
pengertian agama itu. Orang yang giat pergi ke Masjid atauGereja, ahli tasawuf
atau mistik akan condong untuk menekankankebatinannya. Sedangkan ahli
antropologi yang mempelajari agama condonguntuk mengartikannya sebagai kegiatan-kegiatan
dan kebiasaan-kebiasaan yangdapat diamati.[3]
Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan
dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari kebutuhan itu adalah
kepentingan manusi dalam memenuhi hajat rohani yang bersifat spritual, yakni sesuatu
yang dianggapmampu memberi motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan
manusia. Olehkarena itu, unsur rohani yang dapat memberikan spirit dicari dan
dikejar sampaiakhirnya mereka menemukan suatu zat yang dianggap suci, memiliki
kekuatan,maha tinggi dan maha kuasa. Sesuai dengan taraf perkembangan cara
berpikirmereka, manusia mulai menemukan apa yang dianggapnya sebagai
Tuhan.Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan fitrah naluriah manusia
yangtumbuh dan bekembang dari dalam dirinya dan pada akhirnya mendapatpemupukan
dari lingkungan alam sekitarnya. Ada yang menganggap bahwa agamadi dalam banyak
aspeknya mempunyai persamaan dengan ilmu kebatinan. Yangdimaksud ilmu agama di
sini pada umumnya adalah agama-agama yang bersifatuniversal. Artinya para
pengikutnya terdapat dalam masyarakat yang luas yanghidup di berbagai daerah.[4]Di
samping itu ajarannya sudah tetap dan ditetapkan(established) di dalam
kaedahnya atau ketetapannya dan semuanya hanya dapatberubah di dalam
interpretasinya saja. Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur
hidupnya agar dapat memberi kebahagiaan di dunia dan akhiratbaik kepada dirinya
sendiri maupun kepada masyarakat di sekitarnya. Selain ituagama juga memberikan
ajaran untuk membuka jalan yang menuju kepada al-Khaliq, Tuhan yang Maha Esa
ketika manusia telah mati.
Ajaran agama yang universal mengandung
kebenaran yang tidak dapatdirubah meskipun masyarakat yang telah menerima itu
berubah dalam struktur dancara berfikirnya. Maksud di sini adalah bahwa ajaran
agama itu dapat dijadikanpedoman hidup, bahkan dapat dijadikan dasar moral dan
norma-norma untukmenyusun masyarakat, baik masyarakat itu bersifat industrial
minded, agraris, butaaksara, maupun cerdik pandai(cendikiawan). Karena ajaran
agama itu universaldan telah estabilished,
maka agama itu dapat dijadikan pedoman yang kuat bagimasyarakat baik di waktu
kehidupan yang tenang maupun dalam waktu yang bergolak. Selain itu, agama juga
menjadi dasar struktur masyarakat dan memberi pedoman untuk mengatur
kehidupannya.
a.
Batasan atau definisi agama diambil dari kata ”agama” itu sendiri
Kata
”agama” berasal dari bahasa sangsekerta mempunyai beberapa arti. Satu pendapat
mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata, yaitu a dan gamyang
berarti a = tidak, sedangkan gam = kacau, sehingga berarti tidak
kacau(teratur).[5]Ada
juga yang mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi,
berartitidak pergi, tetap di tempat, turun temurun.[6]
Apabila
dilihat dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yangmenjadi go
dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Adalagipendapat
yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, karena agamamemang
harus mempunyai kitab suci.[7]Berikut
dikemukakan beberapa definisi agama secara terminologi, yaitu:Menurut
Departemen Agama, pada Presiden Soekarno pernah diusulkan definisiagama pada
pemerintah yaitu agama adalah jalan hidup dengan kepercayaankepada Tuhan yang
Maha Esa berpedoman kitab suci dan dipimpin oleh seorangnabi. Ada empat unsur
yang harus ada dalam definisi agama, yakni :
- Agama merupakan jalan atau alas
hidup.
-
Agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
-
Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu).
-
Agama harus dipimpin oleh seorang nabi atau rasul.
Selanjutnya menurut Prof. Dr. H. Mukti
Ali mengatakan bahwa agamaadalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang Maha Esa
dan hukum yangdiwahyukan kepada utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup dunia
dan akhirat.[8]Menurut
beliau ciri-ciri agama itu adalah:
-
Mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa.
-
Mempunyai kitab suci dari Tuhan yang Maha Esa.
-
Mempunyai rasul/utusan dari Tuhan yang Maha Esa.
-
Memepunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintahdan petunjuk.
b.
Batasan atau definisi agama berasal dari kata ad-din
Din
dalam bahasa Semit memiliki makna undang-undang atau
hukum,kemudian dalam bahasa Arab mempunyai arti menguasai, mendudukkan,
patuh,hutang, balasan, kebiasaan.[9]Bila
kata ad-din disebutkan dalam rangkaian dinullah,maka hal ini
dipandang bahwa agama tersebut berasal dari Allah, sedangkanjika disebut din-nabi,
maka hal ini dipandang nabi lah yang melahirkan danmenyiarkannya, namun apabila
disebut din-ummah, maka hal ini dipandang bahwamanusialah yang
diwajibkan memeluk dan menjalankan.[10]Ad-din
bisa juga berarti syariah yaitu nama bagi peraturan-peraturan
danhukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah selengkapnya atau prinsip-prinsipnyasaja
dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakanya,dalam mengikat hubungan
mereka dengan Allah dan manusia.[11]Apabila
ad-Dinmemiliki makna millah berarti mempunyai makna mengikat.
Maksud agama adalahuntuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya dan mengikat
mereka dalamsuatu ikatan yang erat sehingga menjadi pondasi yang kuat yang
disebut denganbatu pembangunan, atau mengingat bahwa hukum-hukum agama itu
dibukukanatau didewankan.[12]Kata
ad-din juga bisa berarti memiliki makna nasehat, seperti dalam hadits
dari Tamim r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda :ad-dinu nasihah. Para
sahabatbertanya ”Ya Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: ”bagi Allah
dankitab-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi para pemimpin muslimin serta bagi
seluruhmuslimin”. (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ahmad).[13]
Hadits tersebut memberikan pengertian
bahwa ada lima unsur yang perlu diperhatikan, sehingga bisa memperoleh gambaran
tentang apa yang dimaksuddengan agama yang jelas serta utuh. Kelima unsur itu
adalah : Allah, Kitab, Rasul,pemimpin, umat baik mengenai arti masing-masing
maupun kedudukan sertahubungannya satu dengan yang lain. Pengertian tersebut
telah mencakup dalammakna nasihat. Imam Ragib dalam kitab al-Mufradat Fil
gharibil Qur’an, danimam Nawawi dalam ’’Syarh Arba’in menerangkan
bahwa nasihat itu maknanyasama dengan ”menjahit” (al-khayatu an-nasihu),
yaitu menempatkan serta menghubungkan bagian (unsur) yang satu dengan yang
lainnya, sesuai dengankedudukan masing-masing.[14]
Selanjutnya secara terminologi makna ad-din
menurut Prof. Taib ThahirAbdul Muin adalah suatu peraturan Tuhan yang
mendorong jiwa orang yangmempunyai akal memegang (menurut peraturan Tuhan itu)
dengan kehendaknyasendiri tidak dipengaruhi, untuk mencapai kebaikan hidup di
dunia dan diakherat.[15]Sedangkan
menurut H. Agus Salim mengatakan bahwa ad-Din adalahajaran tentang
kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk, perintah yangdiberikan Allah
kepada manusia lewat utusan-utusan-Nya, dan oleh rasul-rasul-Nyayang diajarkan
kepada orang-orang dengan pendidikan dan teladan.[16]
c.
Batasan atau definisi agama berasal dari kata ”religi”
Kata
religi berasal dari bahasa latin yang sering dieja dengan kata religio.Di
antara penulis Romawi, di antaranya Cicero berpendapat bahwa religi ituberasal
dari akar kata leg yang berarti mengambil, mengumpulkan, menghitung, atau
memperhatikan sebagai contoh, memperhatikan tanda-tanda tentang suatuhubungan
dengan ketuhanan atau membaca alamat.[17]Pendapat
lain juga mengatakan, dalam hal ini diungkapkan oleh Serviusbahwa religi berasal
dari kata lig yang mempunyai makna mengikat. Sedangkankata religion
mempunyai makna suatu perhubungan, yakni suatu perhubunganantara manusia
dengan zat yang di atas manusia (supra manusia).[18]
Sedangkan secara terminologi kata religion
menurut Edward Burnett Tylor(1832-1971), seorang sarjana yang dianggap
sebagai orang pertama yangmemberikan definisi tentang agama, menurutnya Religion
is the bilief in thespritual beings.[19]Sedangkan
menurut Emile Durkheim dari Perancis memberikan definisi Religion is an
interpendent whole composed of beliefst and rites (faits andpractices) related
to sacred things, unites adherents in a single community knownas a church.Artinya
: Agama itu adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya salingbersandar yang
satu pada yang lain, terdiri dari akidah-akidah (kepercayaan) danibadah-ibadah
semua dihubungkan dengan hal-hal yang suci, dan mengikatpengikutnya dalam suatu
masyarakat yang disebut dengan Gereja.[20]
Sedangkan
menurut Ogburn dan Nimkhoff adalah Religion is a system ofbeliefs, emotional
attitude and practices by means of which a group of peopleattempt to cope with
ultimate problems of human life.Artinya: Agama itu adalah suatu pola
akidah-akidah, sikap-sikap emosional danpraktek-praktek yang dipakai oleh
sekelompok manusia untuk mencobamemecahkan soal-soal ultimate dalam kehidupan
manusia.[21]
Definisi
tersebut mengandung beberapa unsur yaitu :
-
Unsur kepercayaan
-
Unsur emosi
-
Unsur sosial
-
Unsur yang terkandung dalam kata ultimate berarti “yang terpenting“ tidakada
yang lebih
penting
dari padanya atau yang mutlak.
Dengan demikian pengertian agama, baik
itu berasal dari kata agama, addinatau religi merupakan gambaran
pengertian agama yang menurut Prof. Dr.Mukti Ali sangat sulit diartikan, karena
itu tidak menutup kemungkinan jika adakalangan-kalangan lain memberikan
pengertian yang berbeda pula terhadap konsepatau pengertian agama itu sendiri.
Melihat fenomena ini para ahli mencobamengalihkan persoalan dari definisi agama
kepada definisi “orang beragama“seperti pendapat Mircea Eliade mengatakan :A
religion man is one who recognizes the essential differences betwen thesacred
and the profane and prefers the sacred.Artinya: Orang beragama ialah orang
yang menyadari perbedaan-perbedaan pokokantara yang suci dan yang biasa serta
mengutamakan yang suci.[22]
2.
Asal-usul Agama
Pada
awalnya, asal-usul, perkembangan dan pertumbuhan agama pada diriseseorang itu
dilatarbelakangi antara lain oleh beberapa sebab sebagai berikut:
a.
Agama adalah produk dari rasa takut
Rasa
takut manusia pada alam, dari guruh yang menggetarkan, dari luasnyalautan dan
ombak yang menggulung serta gejala-gejala alamiah lainnya. Sebagaiakibat rasa
takut ini, terlintaslah agama dalam benak manusia. Lucretius, seorangfilsuf
Yunani menyebutkan bahwa nenek moyang pertama para dewa ialah dewaketakutan.
Konsep-konsep Koentjaraningrat mengenai
dasar-dasar tentang agamasebagai produk dari rasa takut ini terdapat pada empat
komponen yang merupakansistem tiap-tiap religiusitas, yaitu:
-
Emosi keagamaan menyebabkan manusia menjadi religius.
-
Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayanganmanusia
tentangsifat-sifat
Tuhan, serta tentang wujud dari alam ghaib(supernatural).
-
Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia denganTuhan,
dewa-
dewa
atau makhluk halus yang mendiami alam ghaib.
-
Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganutsistem
kepercayaan.[23]
Sedangkan menurut Harun Nasution terkait
dengan asal usul agama ini adaempat unsur yang terdapat dalam komponen tersebut,
yaitu :
-
Kekuatan ghaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepadakekuatan ghaib
sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia harusmengadakan hubungan
baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Hubunganbaik ini dapat diwujudkan dengan
cara mematuhi perintah dan menjauhilarangan kekuatan ghaib tersebut.
-
Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini sertakesejahteraan
hidupnya di akhirat tergantung kepada adanya hubungan baikdengan kekuatan ghaib
dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itukesejahteraan dan kebahagiaan
tersebut juga akan hilang.
-
Responden yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu bisamengambil bentuk
perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agamaprimitif, atau perasaan cinta yang
terdapat dalam agama-agamamonoteisme. Selanjutnya respon mengambil bentuk
penyembahan yangterdapat dalam agama-agama primitif monoteisme. Lebih lanjut
lagi responitu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat
yangbersangkutan.
-
Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan
ghaib,dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutandan
dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[24]
Sedangkan
menurut L. B. Brown ada lima variabel untuk menjelaskantentang agama yang
berkaitan dengan asal usul agama, yaitu :
-
Tingkah laku
-
Renungan suci dan iman (belief)
-
Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience)
-
Keterikatan (infolvement)
- Consequential effects.[25]
Asal usul agama sebagai produk rasa
takut biasanya diarahkan padapemahaman tentang kekuatan-kekuatan ghaib yang
terdapat pada masyarakatprimitif. Orang-orang primitif mempunyai kepercayaan
bahwa di dunia terdapatbanyak dewa. Dewa-dewa itu merupakan lambang dari
kekuatan-kekuatan alamyang dahsyat. Kalau roh-roh dalam animisme belum
diketahui tugas-tugasnya,maka dalam masyarakat primitif yang berketuhanan
politeisme telah mempunyaitugas, misalnya ada dewa api, dewa angin, dewa topan,
dewa guntur, dewa perang,dewi kesuburan, dewi kecantikan dan lain-lain.
Misalnya pada masyarakat MesirKuno orang mempercayai dewa matahari yang disebut
dengan Dewa Ra,sedangkan di India disebut surya, dan Persia disebut mythra.
Orang-orang primitiftidak hanya memberi sesaji dan persembahan kepada dewa-dewa
itu akan tetapijuga menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam
keselamatan,kemakmuran serta terhindar dari malapetaka.[26]
Dalam pertumbuhannya ajaran yang
mempercayai banyak dewaberkeyakinan bahwa tidak ada yang lebih tinggi
kekuasaannya antara masing-masingdewa.
Bahkan bisa jadi mereka berkeyakinan bahwa antara dewa yang satudengan yang
lain saling bersaing dan bertentangan, misalnya antara dewa api dandewa hujan,
dewa musim panas dengan dewa musim dingin, dewa musim kemaraudengan dewa musim
kesuburan dan lain sebagainya.
Tetapi
lama kelamaan di antara dewa-dewa itu ada yang dianggap lebihtinggi
kesaktiannya, sehingga lebih dihormati dan dipuja akhirnya timbul
pemujaanterhadap dewa-dewa tersebut. Misalnya dalam agama Hindu pada masa
permulaanWeda, ada tiga dewa yang menonjol yaitu Dewa Indra, Mitra dan Waruna.
Dalamperkembangan selanjutnya timbullah pemujaan atas Trimurti yang terdiri
dariBrahma,Wisnu dan Siwa. Selanjutnya dalam agama Mesir Kuno juga
dikenaldengan Dewa Osiris, Isis (istrinya) dan Horus (anaknya). Dalam bahasa
Arabmisalnya sebelum pra Islam dikenal juga dengan Dewa Lata, Uzza dan Manata.
Adakalanya satu dari dewa-dewa itu ada
yang meningkat di atas dewa-dewalainnya seperti Zeus dalam agama Yunani Kuno,
Yupiter dalam agama Romawidan Ammon dalam agama Mesir Kuno. Hal ini belum
berarti pengakuan pada satuTuhan, tetapi baru pada pengakuan pada dewa terbesar
di antara dewa yang banyak.
b.
Agama adalah produk dari kebodohan
Sebagian
orang percaya bahwa faktor yang mewujudkan agama adalahkebodohan manusia, sebab
manusia sesuai dengan wataknya selalu cenderunguntuk mengetahui sebab-sebab dan
hukum-hukum yang berlaku atas alam ini sertayang terjadi di dalamnya. Mungkin
karena tidak berhasil mengenalnya, maka iamenisbahkan hal itu kepada sesuatu
yang bersifat metapisis.Hal ini terkait erat dengan adanya persepsi manusia
bahwa ada kekuatanyang berada di luar dirinya telah mendorong seseorang untuk
merasa takut mencariperlindungan, demi keselamatan dan kebahagiaan hidupnya.
Ketika manusiamerasa takut akibat adanya bencana alam, gempa bumi dan tsunami
maka merekabersama-sama secara individu melakukan persembahan terhadap dewa
laut, dewaalam, dewa bumi dan sebagainya. Ketika masyarakat merasa takut
terhadap angintopan yang melanda perkampungan, takut pada api yang membakar
seluruh hutandan sawah ladangnya, maka dengan kebodohannya mereka melakukan
pemujaanterhadap dewa angin dan api. Jadi sangat mungkin karena didorong
olehkebodohan itulah manusia menumbuhkan keyakinan terhadap ”zat yang
dianggapsakral”. Keyakinan terhadap zat yang dianggap tuhan itu, melahirkan
konsekuensiperibadatan berbentuk ritual yang berdasarkan pada aturan-aturan
yang ditentukansecara normatif.
c.
Pendambaan akan keadilan dan keteraturan
Murtadha
Muthahhari mengatakan bahwa sebagian orang memperkirakanbahwa motivasi
keterikatan manusia kepada agama ialah pendambaannya akankeadilan dan
keteraturan. Keadilan dalam masyarakat dan alam, karena itu iamenciptakan agama
dan berpegang erat kepadanya demi meredakan penderitaanpenderitaankejiwaannya.[27]Kemudian
Karljung dalam Yusuf Sou’yb mengartikan bahwa agamamerupakan penjelmaan tata
cara hidup manusia yang dikembangkan olehmanusiauntuk mengatur kehidupannya,
disebabkan karena ketakutan dan kekecewaan yangtelah tertanam di alam bawah
sadar manusia.[28]Terkait
erat dengan sifat manusia itu sendiri sebagai fitrahnya maka tidakheran jika
konsep ajaran-ajarannya selalu berubah-rubah sesuai dengan kemauanpemeluknya
serta kekuatan metapisis di luarnya hingga sampai padakeuniversalannya. Karena
untuk mengupayakan agama sebagai bentukpendambaan akan keadilan dan
keteraturan, maka agama diformulasikan ke dalamdua sistem yaitu :
1.
Agama sebagai sistem budaya
Agama
sebagai sistem budaya yang bersifat kognitif, meliputi unsur-unsurpokok yang di
dalamnya terdapat knowled (pengetahuan), belief (kepercayaan),value
(nilai) dan norma-norma. Melalui ajaran-ajarannya, agama
memberikansumbangan pengetahuan yang sangat berharga bagi manusia untuk
mengetahuisesuatu yang mungkin tidak ditemukan melalui akal pikiran.
Berdasarkanpengetahuan yang diperoleh dari agama, timbul suatu kepercayaan
dalam diriseseorang terhadap sesuatu yang mungkin dia sendiri belum pernah
melihatnya.
Menurut
William Howells mengatakan bahwa percaya dalam agama adalahpenerimaan suatu ide
(gagasan) secara khusus dengan sikap yang lebih mendalamdan tidak membutuhkan
formulasi yang sangat jelas. Percaya adalah perasaan yangsangat kuat bahwa ada
kekuatan yang luar biasa di alam raya.[29]Agama
juga memberikan sumbangan berupa nilai-nilai hidup yang dapatdijadikan ukuran
untuk menentukan baik dan buruk, dilarang atau dibolehkandalam kehidupan
manusia dan masyarakat. Nilai agama-agama tersebut sudahbarang tentu telah
diwujudkan dalam kehidupan yang nyata serta dalam bentukaturan-aturan (norma)
yang diberlakukan dalam kehidupan bersama. Agama jugatelah memberikan sumbangan
berupa aturan-aturan (norma) sebagai pedoman yangharus dilaksanakan agar
manusia atau masyarakat dapat memperoleh kehidupanyang baik.
Sebagai suatu sistem budaya, agama
berfungsi memberikan pengawasan(kontrol) terhadap sistem-sistem lain yang
bersifat kondusif. Oleh karena itu,eksistensi agama tidak akan bermakna tanpa
melibatkan sistem sosial dalam bentukorganisasi, lembaga atau pranata-pranata
(sistem sosial). Sistem sosial juga hanyaakan menjadi lambang yang tidak
bermakna tanpa didukung sistem kepribadiandan sistem perilaku dalam bentuk
pengamalan keagamaan yang berkembang secaraindividual dalam masyarakat. secara
konkrit, sistem kepribadian dan sistemperilaku keagamaanlah yang mendukung
keberadaan suatu agama. Dengan katalain, agama sebagai sistem budaya berfungsi
memberikan pengawasan (controling)dan tidak bisa lepas dari sistem
sosial, sistem kepribadian dan sistem perilaku yangmendukung eksitensi agama
dalam kehidupannya (conditioning).[30]Berkaitan
dengan agama sebagai suatu sistem, lebih jauh Geertzmen menjelaskan dalam ”Understanding
Religion and Culture” : Antropological andTeological Perspectives,
1.
A system of syimbols which act to
2.
Estabilish powerful, ersuasive and long lasting moods and motivatons in man
by
3.
Formulating conceptions of general order of exsistence
4.
Clothing these conceptions with such an aura of factuality that
5.
The moods and motivations seem uniquely realistic.[31]
Pendekatan sistematik memandang agama
sebagai suatu sistem budaya(seperti yang diungkapkan oleg Geertz: The
Religion as a cultural System) karenaagama mengandung seperangkat sistem
pengetahuan kepercayaan, norma dan nilai,yang secara keseluruhan tidak dapat
dipisahkan, di mana satu sama lain salingmengontrol dan mendukung. Sistem
pengetahuan (knowledge), sistem kepercayaan(bilief), norma (norms)
dan nilai (values) yang terkandung dalam agama, secarakognitif
memang baru merupakan gagasan yang abstrak, dan harus direalisasikandalam wujud
yang lebih konkrit. Manifestasi dari itu, secara sibernatika (menurutteori
tindakan Parsons dalam ”Social Action”) memerlukan sistem sosial,
sistemkepribadian dan sistem perilaku untuk mendukung wujud agama yang
sebenarnya.Melalui sistem sosial, agama dapat dilihat eksistensinya dari
jenis-jenis organisasi,lembaga, institusi yang mengindikasikan warna agama.
Tetapi hal ini pun belum
benar-benar konkrit sebelum
didukung oleh penampilan kepribadian, performancedan lebih konkrit lagi
dengan melihat behavior (perilaku atau amal) dari parapemeluk agama yang
bersangkutan.[32]Agama
sebagai sistem budaya hanya dapat dipelajari, diketahui dandimengerti melalui
simbol-simbol yang berlaku di masing-masing agama. Itusebabnya Geertz
menyebutkan agama juga sebagai sistem simbol (TheReligion is a System of
Syimbols). Hakikat yang bisa dipelajari dan diamati adalahsimbol-simbol
agama yang dianggap sakral. Nama Allah dalam sistem keyakinanIslam misalnya,
tidak bisa diwujudkan secara kasat mata, karena Allah itu MahaGhaib: Ada tetapi
tidak mungkin kita bisa melihat-Nya. Oleh karena itu, NabiMuhammad SAWmemantapkan strategi
keimanan seseorang dengan caramenyembah Allah, seakan-akan kita melihat-Nya.
Andai kata kita tidak bisamelihat-Nya, maka sesungguhnya Allah tetap melihat
kita. Ketika kita yakin sedang”menyembah” Allah, yang kita baca dan kita
saksikan dalam kehidupan beragamasehari-hari adalah simbol-Nya, bukan hakikat
wujud-Nya, karena sistem budayahanya bersifat kognitif. Sedangkan yang
abstraksinya dapat disaksikan melaluisistem pengetahuan, kepercayaan, norma dan
nilai yang terkandung dalam ajaranagama.
Pendekatan terhadap sistem pengetahuan,
dapat dilakukan denganmempelajari kitab-kitab suci agama, catatan-catatan kuno
tentang wahyu yangpernah diturunkan (manuskrip, lembaran-lembaran ayat suci
(suhuf) atau ucapanucapannabi pembawa agama (hadits).
Sistem
pengetahuan alam misalnya, dapat dipelajari melalui kitab suci Al-Qur’an,
hadits Rasulullah, ucapan sahabat atau ulama yang terhimpun dalam kitabtersendiri.
Sistem pengetahuan mengandung informasi tentang kejadian alam,hakikat Tuhan
yang telah menciptakan alam itu serta sejarah peradaban manusiayang secara
keseluruhan perlu diketahui oleh manusia. Dengan pengetahuan itu,manusia akan
menyadari keberadaan dirinya di sisi Tuhan, yang pada akhirnyamengantarkan
seseorang lebih mengenal Tuhannya sebagai pencipta, sehinggamanusia semakin
yakin siapa Tuhan yang layak dipuja dan disembah. Sistemkepercayaan akan
dirasakan lebih kuat jika didasarkan pada sistem pengetahuanyang dimiliki.
Melalui kajian terhadap diri dan alam sekitar, akhirnya seseorangakan sampai
juga pada pengenalan terhadap Tuhannya.
Banyak rahasia kehidupan manusia yang
mungkin tidak terungkap denganilmu pengetahuan, karena keterbatasan akal
pikiran. Namun, melalui pengetahuanyang bersumber dari agama, manusia mendapat
informasi yang bersifat metafisiksekalipun, yang kadang-kadang tidak terjangkau
oleh ilmu pengetahuan.Keberadaan surga dan neraka, proyeksi kehidupan manusia
di akhirat, tentangterjadinya hari kiamat, kehidupan di alam kubur serta
eksistensi malaikat, jin danmakhluk-makhluk ghaib, hanya dapat diperoleh
informasinya melalui agama.Bahkan, pengetahuan tentang siapa hakikat Tuhan yang
patut disembah, yangdianggap Maha Suci (sakral), tidak mungkin bisa diperoleh,
kecuali dari agamayang dapat memberikan informasi kepada umatnya, sehingga
dapat diyakinisepenuh hatinya.Agama pada umumnya termasuk Islam, telah
mengajarkan umatnya untukpercaya kepada yang ghaib. Tuhan, wahyu, kiamat, hari
akhirat, malaikat, jin,setan, surga atau neraka, termasuk makhluk ghaib.
Hal-hal yang disebutkan, jelastidak
dalam kategori gejala yang dapat diamati. Mungkin saja dikatakan dalamajaran
agama bahwa para nabi pernah mengalami apa yang disebut prosesmenerima wahyu atau
berkomunikasi dengan malaikat, memperoleh keistimewaanberupa mukjizat. Hal itu
semua merupakan bagian dari peristiwa ghaib yang hanyaharus dipercayai dan
bukan pengalaman langsung yang bisa dialami oleh manusiabiasa pada umumnya.
Kepercayaan dalam suatu agama yang diterima berdasarkanpengetahuan atau
keyakinan sendiri, memang tidak seluruhnya dapat diteliti dandiamati, karena
dalam sistem keyakinan agama itu, menurut Emile Durheimmengatakan bahwa selalu
terdapat hal-hal yang bersifat sakral berkaitan denganhal-hal ukhrowiyah dan
bersifat profan berkaitan dengan hal-hal duniawiyah.[33]
Menurut Harsya W. Bachtiar membedakan
kepercayaan keagamaan yangbisa diteliti adalah kepercayaan yang ghaib, tidak
bisa dibuktikan berdasarkankenyataan (empiris). Sedangkan kepercayaan yang bisa
diteliti adalah kepercayaankeduniaan (tradisi) berkenaan dengan kenyataan yang
diwujudkan di dunia.Kepercayaan yang bersifat tradisi inilah yang dapat
dijadikan objek pengamatanantropologi, sosiologi, psikologi, arkeologi dan
filologi. Banyak gagasan agamasebagai sistem budaya yang mengandung kepercayaan
untuk diterima secaratradisional oleh para pengikut suatu agama. Gagasan
kepercayaan misalnya tentangpenyaliban Yesus dalam ajaran Gereja baik Katolik
maupun Protestan merupakansistem kepercayaan yang mutlak harus diterima oleh
umat Kristen. Ada nilai-nilaidogmatika dalam Gereja, walaupun mengandung
interpretasi berbeda. MenurutGereja Katolik dogmatika berartikepercayaan yang
harus diterima apa adanya dariisi Alkitab, tanpa kritik dan tanpa protes.
Sedangkan Gereja Protestan memahamidogmatika sebagai upaya kajian penganut
Gereja terhadap misi Alkitab, karena itudimata umat Katolik, Alkitab tertutup
untuk menerima penafsiran, selain imamyang dianggap wakil Tuhan. Sedangkan di
mata kaum Protestan, Alkitab justruterbuka untuk dikaji, dipelajari dan
ditelaah agar umat Gereja memperolehpemahaman yang utuh dari kitab sucinya.[34]
Secara antropologis kepercayaan yang
bersifat tradisional ini dapatdisaksikan gejala-gejalanya, baik dari sistem
credo (12 syahadat rasul) yang selaludibacakan pada setiap kebaktian di Gereja
atau dari tanda-tanda salib yang secarasimbolik melambangkan kepercayaan
terhadap penyaliban Yesus. Kepercayaanterhadap adanya roh-roh halus atau arwah
yang sudah meninggal, yang kemudiandapat kembali lagi melakukan reingkarnasi
dalam agama Hindu misalnya dapatdisaksikan gejalanya dari tradisi yang
berkembang di kalangan mereka. Menurutkeyakinan umat Hindu, arwah orang yang
meninggal masih berada di sekitarrumah selama satu minggu untuk mencari peluang
reingkarnasi (penjelmaan
kembali)
ke dalam jasad keluarga yang hidup. Agar proses reingkarnasi tidakberlangsung
begitu cepat, maka keluarga yang masih hidup mengadakan pertemuandi malam hari
untuk berjaga-jaga, sambil membakar kemenyan dan menyebar baukembang, sehingga
arwah orang yang sudah meninggal itu tidak mungkin kembalidan mengganggu
keluarga yang hidup. Kegiatan semacam ini dilanjutkan pada harikeempat puluh,
ke seratus dan ke seribu, sebagai suatu tradisi yangberkesinambungan. Tradisi
kepercayaan umat Hindu itu juga dapat diamatigejalanya di Indonesia, meskipun
sudah tidak asli lagi karena proses sinkritisme
budaya.
Percampuran antar kebudayaan dan kepercayaan penduduk asli Indonesia,termasuk
umat Islam di dalamnya harus diakui telah terjadi sejak awal masuknyaIslam ke
Indonesia.[35]
Sinkritisme budaya itu telah melahirkan
tradisi tahlil setiap adanya kematiananggota keluarga. Bacaan-bacaan tahlil,
tasbih, tahmid, taghfir adalah tradisi Islamyang dianjurkan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk membiasakannya sebagai kalimatthoiyyibah dalam zikir,
ringan diucapkan tetapi akan menambah bobot timbangandi hari akhir. Sementara
itu acara makan-makan di tempat anggota keluarga yangterkena musibah kematian,
membakar kemenyan, meletakkan kembang di gelas,selamatan tujuh hari, empat
puluh hari, seratus hari, seribu hari dan seterusnyamerupakan bentuk
sinkritisme budaya dari agama Hindu. Gejala kepercayaan yangdapat diamati juga
dijumpai di kalangan umat Islam, berkaitan dengan kehidupandi alam kubur. Umat
Islam meyakini bahwa ada kehidupan di alam kubur bagimereka yang sudah
meninggal. Hal itu dapat disaksikan gejala-gejalanya daritradisi kepercayaan
yang berkembang di kalangan masyarakat Islam. Misalnyatalqin bagi orang
yang meninggal di atas kuburan pada waktu berlangsungnyapemakaman.
Gejala-gejala kepercayaan itu dapat diamati dalam prosesberlangsungnya talqin.[36]
Sebagai sistem budaya, agama juga dapat
didekati melalui norma (aturan)yang ditentukan serta berlaku pada setiap agama.
Banyak norma yang diajarkanoleh agama menjadi tuntunan peraturan bagi para
pengikut agama yangbersangkutan. Secara empirik, norma-norma agama itu dapat
dipelajari dan diamatidengan memperhatikan gejala-gejala ketentuan hukum atau
aturan yangdiberlakukan dalam masyarakat beragama. Normanya sendiri barangkali
secarakonkrit tidak dapat disaksikan, karena bersifat kognitif. Namun
gejala-gejalatentang adanya norma agama dapat dilihat dari ketentuan hukum yang
berlaku,peraturan, undang-undang, kaidah, dan rambu-rambu peringatan dalam kitab
suci.Misalnya dalam Gereja Katolik ada ketentuan Pastor tidak boleh
menikahsepanjang hidupnya selama mengemban tugas sebagai imam (karena
dianggapwakil tuhan yang harus senantiasa berkonsentrasi dalam memberikan
pelayananpada umat), ketentuan untuk mengaku dosa bagi orang Katolik yang
telahmelakukan dosa sendiri, serta ketentuan memakan roti dan minum anggur
dalamsetiap sakramen. Gejala norma agama juga dapat dipelajari dalam ajaran
Budha,berkaitan dengan keharusan jalan kebenaran serta menjauhi larangan untuk
berkatadusta dan mengambil hak orang lain. Dalam ajaran Islam juga banyak
mengandungnorma agama, yang gejalanya dapat diperhatikan dari adanya
ketentuan-ketentuantentang jenis makanan dan minuman yang halal dan yang haram,
larangan berbuatzina, larangan memakan riba, dan lain sebagainya.
Di dalam agama secara empirik sistem
nilai tidak dapat diamati langsung,karena bersifat abstrak. Menurut ajaran
agama, nilai baik dan buruk hanya dapatdidekati berdasarkan kepercayaan
masing-masing umat yang bersangkutan, begitupula dengan nilai dosa dan pahala.
Pengamatan hanya dapat dilakukan terhadapgejala-gejala sikap orang beragama
ketika melakukan suatu perbuatan ataumenghindari suatu perbuatan. Seorang
muslim misalnya, begitu semangat dalammelakukan ibadah, begitu semarak
menyambut datangnya bulan puasa, beranimengorbankan harta benda, untuk
menunaikan ibadah haji ke Kota Mekkah danlain sebagainya. Apabila diamati
hal-hal tersebut memiliki motivasi tinggi dalammengejar nilai-nilai pahala yang
terkandung dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Begitu juga sebaliknya ketaatan menjauhi
larangan berbuat maksiat dan durhakaadalah indikasi kuat bahwa yang
bersangkutan takut melakukan perbuatan dosa.Sistem nilai yang terdapat dalam
setiap agama sangat berpengaruh dalammemberikan motivasi pada seseorang yang
menjadi penganut agama yang taat,untuk menumbuhkan kepercayaan dalam
melaksanakan pengabdian dan mentaatinorma-norma yang berlaku. Secara sistematik
dapat digambarkan bahwa subsistem dalam agama saling terkait dan tidak bisa dipisahkan.
Kepercayaanseseorang kepada zat yang dianggap Tuhan, apa dan bagaimanapun
bentuknyaakan mendorong seseorang untuk melakukan pengabdian maupun
penyembahan,sebagai konsekuensi logis dari sistem keyakinan yang
dianutnya.Sistempengabdian, persembahan, kebaktian atau peribadatan yang
dilakukan secara ritual,tentu tidak akan mungkin dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar, jika tidak adatata aturan atau norma yang mengaturnya. Sistem norma
memberikan panduan bagimanusia dengan melaksanakan pemujaan atau persembahan
kepada zat yangdianggap Tuhan. Sistem norma juga yang memberikan petunjuk
berupa perintahdan larangan bagi pemeluk bagi suatu agama. Sumber norma itu
bisa berasal dariwahyu yang datang dan terhimpun dalam kitab suci atau juga bisa
sebagai hasilrenungan para pemimpin dan tokoh agama ketika menyepi atau
menyendiri.
Sistemnorma memberikan dukungan terhadap
kelancaran pelaksanaan ibadah secarakondisioning, sekaligus juga
memberikan kontrol terhadap sikap dan prilakuseseorang dalam agama. Ketaatan
atau kepatuhan seseorang terhadap ajaran agamayang dianut sesungguhnya dapat
diamati dari tingkat ketaatan orang tersebut dalammematuhi norma-norma agama
yang telah ditentukan, dan tingkat pelanggaranterhadap norma-norma tersebut.
Ketaatan orang beragama terhadap sistem normajuga tidak bisa dipisahkan dari
keberadaan sistem nilai yang memberikan harapanberupa pahala bagi orang yang
melakukan kebajikan atau ancaman berupa siksabagi individu yang banyak berbuat
dosa. Dengan demikian, melalui pendekatansistematik, akan dapat diketahui,
dipelajari, dan diteliti keberagamaan seseorangberdasarkan gejala-gejala perilaku
yang dipengaruhi oleh sistem pengetahuan,sistem kepercayaan, dan sistem norma
serta nilai agama yang dianutnya. Dengandemikian dapat dipahami bahwa agama
sebagai sistem budaya merupakanpendekatan nilai agama yang cukup sistematis.
10 Agama Baru di Dunia
Dari
pembahasan di atas tercatat ada 10 agama baru paling aneh di dunia yang pernah
menggemparkan umat manusia. Mungkin ada sebagian orang yang belum tahu dan mendengarnya
sama sekali. Bagaimana tentang ajarannya, memang sebagian besar masih
mengadopsi agama-agama yang sudah ada sebelumnya. Berikut ke 10 agama baru
tersebut :
1. Agama Baru Nuwaubianisme
Menurut keterangan ahli cendikiawan,
pengikut agama Nuwaubinisme (Nuwaubian
Nation of Moors) ini dulunya adalah komunitas orang kulit hitam muslim yang
tinggal di seputar daerah metropolitan New York. Akhirnya, mereka mendirikan
sebuah markas di Putnam County, Georgia pada 1993 (kini sudah ditinggalkan).
Sayangnya, pemimpin spiritual mereka Dr. Malachi Z. York yang dijuluki Dwight
York, pada suatu malam ditangkap karena dituduh mencuci uang dan melakukan
pelecehan seksual terhadap anakkecil. Anehnya, meski fakta kejahatan sang pemimpin
sudah terungkap jelas, namun para pengikut agama Nuwaubianisme masih saja tetap
bertahan sampai sekarang.Menurut mitos dalam ajaran agama sesat Nuwaubianisme
ini, orang kulit putih ditakdirkan untuk memperbudak orang kulit hitam, namun
takdir ini akhirnya meleset. Mereka juga percaya wanita lebih dahulu ada
beberapa generasi sebelum pria diciptakan lewat rekayasa cinta genetik.
2. Gerakan Pangeran Phillip (Prince Phillip Movement / PPM)
'Ayah suri' dan suami dari Ratu
Elizabeth II ini akhirnya bisa merasakan menjadi Raja dalam artian sebenarnya.
Kaum penduduk Yaohnanen di Vanuatu, menganggapnya sebagai 'anak dari roh Bumi
yang pergi menyeberangi lautan untuk menikahi seorang wanita yang
berkuasa'.Setelah melihat cara pejabat Vanuatu melayani Ratu Elizabeth saat
mengunjungi negara mereka, pengikut ajaran ini memutuskan bahwa suaminya
pastilah 'anak roh Bumi' yang dimaksud dalam legenda tersebut. Pengikut Gerakan
Pangeran Phillip merayakan ulang tahun ayah dari Pangeran Charles yang jatuh
pada tanggal 10 Juni setiap tahunnya sebagai festival keagamaan unik mereka.
3. Raelisme
Cerita dari Claude Vorilhons, mantan
pembalap mobil Prancis ini pastinya membuat siapa saja menggeleng-gelengkan
kepala ketika mendengarnya.Ia mengaku pernah diculik oleh Alien dan diberitahu
soal asal-usul manusia. Alien tersebut pulalah yang memberi Claude nama 'Rael'
saat dibawa ke planet nun jauh disana yang katanya bernama Elohim.Claude
mengaku dirinya 'merasa terhormat' karena dapat bertemu dengan tokoh-tokoh
keagamaan dan filsuf terkenal sepanjang sejarah, seperti Yesus, Konfusius,
Buddha, dan Joseph Smith (pendiri aliran Mormonisme). Claude alias Rael juga
mengatakan bahwa Alien akan datang ke Yerusalem pada tahun 2025.
4. Agama Pana Wave Jepang
Agama Pana Wave, ajaran ini adalah
gerakan yang didirikan oleh sekelompok orang cerdas yang kurang piknik. Kaum
ini mempercayai gelombang elektromagnetik adalah penyebab dari segala bencana
yang ada di muka Bumi. Mereka menyalahkan gelombang elektromagnetik sebagai
biang keladi atas semua kekacauan lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi.
Konyolnya, pada tahun 2003 silam, kelompok Pana Wave ini pernah menculik seekor
anjing laut kutub utara yang tiba-tiba muncul di permukaan sungai Tokyo. Kaum
Pana Wave berpendapat kehadiran anjing laut di tempat yang aneh seperti sungai
adalah bukti dari 'kejahatan' gelombang elektromagnetik, dan karenanya anjing
laut tersebut harus dikembalikan ke Arktik demi mencegah terjadinya kiamat.
5. Penganut Ajaran Aneh Kaum Alam Semesta
Layaknya Raelisme, agama aneh terbaru
ini juga terinspirasi oleh kehadiran alien. Kelompok ajaran yang bermarkas di
Republik Ceko ini mendasarkan kepercayaannya pada mahkluk luar angkasa yang
'katanya' terus berkomunikasi dengan pendiri mereka, Ivo Benda, sejak tahun 1997
silam.Menurut Ivo Benda, alien memiliki awak kapal yang sewaktu-waktu dapat
mengorbit ke Bumi. Awak kapal ini dipimpin oleh makhluk bernama Ashtar yang
mengawasi umat manusia di Bumi, dan siap mengangkut mereka yang hidupnya baik
dan memiliki sifat setia ke dimensi lain. Kalau ada yang bermimpi untuk
bertamasya ke luar angkasa, mungkin agama baru ini bisa menjadi salah satu
solusi murah untuk mewujudkan impian tersebut. Nama agama aneh ini adalah Universe People dikenal juga dengan nama
The Cosmic People of Light Powers.
6. Gereja Semua Dunia (Church of All Worlds)
Inilah agama pagan abad ke 21 terbesar
saat ini. Church of All Worlds didirikan
pada tahun 1962 oleh Oberon Zell-Ravenheart (namanya mirip seperti karakter
game petualangan), dan istrinya, Morning Glory. Nama organisasi mereka diambil
dari Strange in a Strange Land karya Robert Heinlein. Pengikutnya menyembah
Bumi dalam bentuk Gaea, dan beberapa dewa yang diambil dari sebagian agama kuno
(kebanyakan Yunani Kuno). Oberon sendiri berstatus 'Kepala Gereja', dan
bergelar 'Primata'. Sementara pengikutnya disebut dengan istilah 'Kaum Air' (Waterkin).
7.
Rastafarianisme, Agama yang pernah Menggemparkan Dunia
Satu lagi "agama baru" paling
aneh tapi nyata di dunia, meskipun ajaran agama ini sudah lama dikenal sejak
tahun 1930. Rastafarianisme dikenal juga sebagai Gerakan Rastafari yang tumbuh
di Jamaika, meyakini bahwa mantan Kaisar Ethiopia, Haile Selassie I adalah Raja
diatas Raja, Tuan segala Tuan, Singa Penakluk dari suku Yehuda dalam artian
sesungguhnya Tuhan yang berkuasa di Dunia.Banyak faktor penyebab yang membuat
ajaran Rastafari ini timbul dan semakin bertumbuh subur umat pengikutnya,
diantaranya akibat salah menafsirkan Nubuat dalam Alkitab, dan penyangkalan
rasialis orang kulit hitam yang menentang perbudakan dari orang-orang berkulit
putih.Sehingga mereka berharap melalui ajaran ini, semua aspirasi dan politik
kulit hitam dapat diwujudkan oleh Pemimpin mereka. Namun sayangnya, gerakan
Rastafari ini pun ditentang keras oleh Kaum Rasta sendiri karena dianggap sudah
melecehkan kaum mereka.
8.
Agama Terbaru Jediism
Tidak dapat dipungkiri, fanatisme
penggemar sekuel film Star Wars
memang jauh lebih dalam ketimbang serial lainnya, sampai-sampai dikultuskan
layaknya agama. Bagi yang pernah menonton atau mungkin sudah menjadi penggemar
fanatik film ini, maka sudah hafal dengan konsep Light Side vs Dark Side, dan
kekuatan 'Force' yang menyatukan seluruh alam semesta.Konsep agama unik ini
sedikit mirip dengan konsep kebaikan yang diajarkan dalam agama-agama
'mainstream' sehingga membuat beberapa penggemar memilih mengikuti ajaran Jedi
(Light Side) dalam kehidupan sehari-harinya. Meski tidak memiliki organisasi
pusat, namun gerakan ini punya sebuah 'rumah suci' bernama ‘Temple of the Jedi
Order’ yang berbasis di Texas. Kuil ini mengeluarkan sebuah kode voucher
berperilaku bagi para pengikut Jediisme yang disebut ’16 Ajaran Jedi'. Ajaran
ini mencampuradukkan nilai-nilai kemanusian dalam film Star Wars dengan ajaran
agama yang berkembang di Asia Timur seperti Ajaran Buddha dan Tao.
9.
Gerakan Kreativitas (Creativity Movement)
Creativity Movement adalah gerakan
separatis dan rasis yang mengedepankan 'Kreativitas' sebagai nilai utamanya.
Meski banyak menggunakan istilah 'Kreator' dalam ajarannya, namun hal ini tidak
merujuk kepada suatu konsep ketuhanan, melainkan kepada pengikutnya sendiri.
Gerakan ini bersifat ateis dan karenanya tidak memperkenalkan konsep kebesaran
dan kekuasaan Tuhan.Creativity Movement digalang oleh Ben Klassen pada awal
tahun 1973. Setelah Ben Klassen meninggal, gerakan ini hampir musnah sebelum
akhirnya digerakkan kembali oleh Matthew F. Hale lewat 'Gereja Pencipta Baru'
(New Church of the Creator) tiga tahun kemudian.Hale berperan sebagai 'Pontifex
Maximus' (Imam Tertinggi) sebelum akhirnya ditangkap pada Januari tahun 2003
atas tuduhan pembunuhan seorang hakim federal yang melibatkan Kepala Keamanan
gerakan mereka, Anthony Evola (seorang informan FBI).
10. Ilmu Kebahagiaan (Happy Science)
Pengusaha asal Jepang, Ryuho Okawa
mendirikan sebuah agama baru setelah berhenti dari karir bidang keuangannya di
Kota New York. Dengan misi membawa kebahagiaan dan perdamaian ke seluruh dunia,
ia mengklaim ikut berpartisipasi menyukseskan misi ini dengan cara menyalurkan
energi dan ajaran yang dibawa oleh tokoh-tokoh dan nabi-nabi dari beberapa
agama.Menurut penuturan Ryuho Okawa, Malaikat Jibril/Gabriel akan datang ke
Bumi di masa depan, dan akan mendarat tepat di Kota Bangkok.
Jika
sang malaikat pemberi pesan memang benar-benar akan datang kesana, maka
pemerintah Thailand pastinya akan kewalahan mengatur banyaknya turis yang ingin
jumpa fans sambil berselfie ria dengan sang malaikat.
Agama memang telah menjadi batu pijakan
dan pedoman sehari-hari bagi umat manusia sejak era prasejarah. Agama juga
menentukan cara pandang hidup seseorang, bahkan mempengaruhi aspek-aspek
kemaslahatan umat manusia seperti politik, ekonomi, dan hubungan antar
masyarakat secara umum.
2.
Agama dianggap sebagai sistem yang gagal untuk menciptakan keadilandan
keteraturan
Kelompok-kelompok yang merasa kurang
”nyaman” dan tepatmendapatkan makna ”agama” hal ini menjadikan orang-orang
menempatkan posisiini dengan membentuk gerakan atau pola pemahaman yang baru.
Karenanya tidakmengherankan apabila pada dekade akhir-akhir ini di Indonesia
selalu dimarakkanoleh tampilnya atau munculnya aliran-aliran atau paham-paham
keagaman yangbaru. Menurut para pengamat mengapa hal ini muncul? Berpijak dari
pemikiranMurtadha Muthahhari tentang latar belakang atau asal-usul agama
yangmenjelaskan bahwa agama lahir dilatar belakangi oleh pendambaan akan
keadilandan keteraturan, maka lahirnya agama-agama baru, atau paham-paham baru,
ataujuga aliran-aliran baru merupakan kondisi yang alamiah. Munculnya
sejumlahgerakan-gerakan bentuk keagamaan baru di luar tradisi agama mainstream,
sepertiAhmadiyah, Komunitas Eden, dan lain sebagainya memicu pro dan
kontra. Di satusisi ia dianggap penyimpangan dari arus utama tradisi agama yang
telah mapan,sementara di sisi lain ia justru dianggap sebagai respon terhadap
agama mainstreamyang dianggap tidak lagi berpihak kepada para spirituality
seekers. Para pencarikenikmatan spritualitas itu beranggapan bahwa
agama-agama mainstream telahgagal memberi ruang bagi perkembangan
spritualitas.Respon publik terhadap kelahiran mereka memang beragam. Tapi
yangpenting dicatat, khusus di Indonesia kelahiran praktek-praktek keagamaan
terkaitdengan adanya dua kondisi penting yang saling berpengaruh, yaitu
menguatnyasemangat konservatisme Islam dan terbukanya iklim kebebasan beragama
pascaruntuhnya rezim Orba. Tetapi iklim kebebasan yang muncul seiring
keruntuhanrezim lama itu, juga menjadi faktor yang tidak bisa dinafikan bagi
kelompok-kelompokkonservatif bahkan radikal. Akibatnya kebebasan
mengekspresikan tidakhanya terjadi pada level sosial dan teologis, perdebatan
tentang lahirnya praktek-praktekkeagamaan baru juga sudah menjadi perdebatan
dalam tradisi akademis.
Meskipun dinamika praktek keagamaan ini
menunjukkan gejala meningkat,perkembangan wacana tentang “agama baru” tampaknya
belum begitu pesat.Sementara kajian-kajian akademis belum mendapatkan tempat,
di tingkatmasyarakat dan negara gejala itu justru dianggap persoalan yang tidak
kalahproblematikanya. Karena itu kelahiran paham-paham baru ini difalsifikasi
secarateologis. Tetapi secara sosiologis fenomena ini sangat mungkin
dihubungkandengan berkembangnya kebebasan berekspresi dalam beragama. Sejumlah
teoretisiseperti Gordon Melton, Peter Clarke dan Greenfield selalu
menghubungkan gejalaini dengan semangat untuk keluar dari dominasi penafsiran
dan ekspresikeagamaan kelompok tertentu atau tepatnya agama yang mainstream.
Greefieldmengatakan lebih jauh bahwa kelahiran keagamaan baru itu tidak
akan pernahlepas dari tradisi-tradisi agama induk (mainstream).
Hal ini dipahami sebagaisekelompok aktor
(orang dalam suatu komunitas) yang sama-sama mempunyaiparadigma transcendental
dalam beragama, sebagai hasil pemahaman merekaterhadap doktrin agama tertentu.
Biasanya mereka menawarkan sebuah pandangandunia baru yang menggabungkan
elemen-elemen global dan lokal, tradisional daninovasional serta replektif dan
praktis.Melalui kerangka itu, pendapat Murtadha Muthahhari bahwa
motivasiketerikatan manusia kepada agama ialah pendambaannya akan keadilan
danketeraturan. Keadilan dalam masyarakat dan alam, karena itu ia
menciptakan”agama” dan berpegang erat kepadanya demi meredakan
penderitaan-penderitaankejiwaannya, merupakan jawaban akan munculnya
agama-agama baru di negeriini. Dalam keseharian kita disebut dengan
aliran-aliran yang menyesesatkan.Inilah satu sisi fenomena jawabannya.
C.
Kesimpulan
Secara historis, tulisan ini telah
menjelaskan definisi atau batasan agamadengan tiga bentuk yakni, agama yang
berasal dari kata ”agama” itu sendiri, kata”ad-Din” dan ”religi”.
Akan tetapi walaupun demikian, para ahli hingga saat inimasih memberikan
peluang, jika masih ada orang yang dapat memberikan maknatersendiri dari kata
”agama” itu sendiri.Memahami konsep ”agama” dari dulu hingga saat ini memang
sangatsubjektif untuk diberi penafsiran.Hal ini sesuai dengan pendapat Prof.
Dr. H.Mukti Ali yang mengatakan bahwa memberikan definisi agama itu
sangatsubjektif. Hal ini karena :
1. Karena pengalaman agama adalah soal batini dan
subyektif, juga sangatindividualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai
dengan pengalamannyasendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh
karena itu tidakada orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya
dapatmembicarakan satu soal yang sama.
2. Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu
bersemangat dan emosional lebih daripada
membicarakan
agama, karena agama merupakan hal yang saktidan luhur.
Berpijak dari pemahaman tersebut, tidak
heran jika fenomena munculnyaagama-agama baru sebagai wujud asal-usul atau
latar belakang pendambaannyaakan keadilan, ketenangan dan keteraturan di muka
bumi ini, karena memangaliran-aliran yang muncul tidak pernah terlepas dari
agama mainstreamnya.
DAFTAR
ISI
Zakiah
Deradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,1973.
Syafa’at,
Mengapa Anda Beragama Islam, Wijaya, Jakarta, 1965.
Mudjahid
Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Badan Penerbitan IAIN Wali
SongoPress.
T.
H. Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Pernbandingan Agama, Galura Pase,
Jakarta, 2006.
Taib
Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam II, Pen. Widjaja, Jkaarta, 1973.
Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid 3, Universitas
Indonesia,Jakarta, 1985.
Prof.
Dr. h. Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Yayasan
An-Nida’, Yogyakarta, 1969.
Harun
Nasution, Op.cit.
Taib
Thahir Abdul Muin, Op.Cit.
Mahmud
Syaltut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Daarul Qalam, Qahirah, cetakan
ketiga, 1966.
Hasbi
ash-Shiddiqy, Al-Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1952.
Ustaz
Imam Ghazali bin Hasan, Kitab al-Imamah, Pustaka Al-Makmuriyah,
Surakarta, 1981.
Imam
Ragib, dalam Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, wali Songo
Press,Yogyakarta.
Thaib
hahir Abdul Muin, Op. Cit
Agus
Salim, Tauhid, Taqdir, Tawakal, Tintamas, Jakarta, 1967.
A.
C. Bouquet, Comperative Religion, Peguin Book, Inc, Harmondsworth,
Middlessex,England, 1973.
Encyclopedia
of Religion and Ethics, Vol. 10.
H.
M. Rosyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan
Bintang, Jakarta,1974.
Koentjaraningrat,
Kebudayaan, Mentaliet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974.
Harun
Nasution, Op.cit.
L.
B. Brown (Ed), Psycholoy and Religion, Penguin Book Inc., London, 1973.
Ibnu
Jarir, Mengenal Agama-agama Besar, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,
Semarang,1984.
Murtadha
Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Mizan,
Bandung,1986.
Yusuf
Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1983.
William
Howells, Penyembahan Berhala Orang Primitif dan Agamanya, Newyork
AmerikaMuseum of Natural Histori, 1962.
Prof.
Dr. H. Abdullah Ali, M.A, op. Cit.
Clifford
Geeertz, Religion as a Cultural System, Micheal Banton, 1962.
Prof.
Dr. H. Abdullah Ali, M.A, Op. Cit.
[6]Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid 3, Universitas
Indonesia,Jakarta, 1985, hal. 5
[8]Prof.
Dr. h. Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Yayasan
An-Nida’, Yogyakarta, 1969, hal. 9
[11]Mahmud
Syaltut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Daarul Qalam, Qahirah, cetakan
ketiga, 1966,hal. 74
[14]Imam
Ragib, dalam Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, wali Songo
Press,Yogyakarta, hal. 5
[17]A. C.
Bouquet, Comperative Religion, Peguin Book, Inc, Harmondsworth,
Middlessex,England, 1973, hal. 3.
[20]H. M. Rosyidi, Empat
Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta,1974, hal.
49.
[26]Ibnu
Jarir, Mengenal Agama-agama Besar, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,
Semarang,1984, hal. 39
[27]Murtadha
Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Mizan,
Bandung,1986, hal. 45
[28]Yusuf
Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1983,
hal. 17
[29]William Howells, Penyembahan
Berhala Orang Primitif dan Agamanya, Newyork AmerikaMuseum of Natural
Histori, 1962, hal. 24
[35]Ibid.
[36]Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar