Selasa, 04 April 2017

Sully_house: UTS SOSPOL

Sully_house: UTS SOSPOL: UJIAN TENGAH SEMESTER SOSIOLOGI DAN POLITIK DOSEN PENGAMPU : IBU PUJI LESTARI MARZULLY NUR AKUNTANSI- S1 FAKULTAS ILMU SOSIAL ...

MAKNA “AGAMA” HINGGA MUNCULNYA “AGAMA BARU”

A. Pendahuluan
Makin marak munculnya keyakinan dan aliran-aliran agama baru jadi perhatian masyarakat dunia. Sebab di tengah makin tinggi angka kepercayaan masyarakat pada agama, maka semakin tinggi pula pada kepercayaan-kepercayaan yang di luar nalar dan rel dari ajaran agama yang sebenarnya. Atheis jadi salah satu alternatif sebagian masyarakat barat untuk menghindari kungkungan aturan kaku agama. Agama juga mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya sebagai alat untuk membentuk watak dan moral, tapi jugamenentukan falsafah hidup dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti nilai-nilai dannorma-norma budaya dibentuk dari agama. Agama terbentuk bersamaan denganpermulaan sejarah umat manusia. Realita ini merangsang minat orang untukmengamati dan mempelajari agama, baik sebagai ajaran yang diturunkan melaluiwahyu, maupun sebagai bagian dari kebudayaan.
Ada dua hal yang menjadi alasan orang berminat dalam mempelajariagama.Pertama: Agama sebagai suatu yang berguna bagi kehidupan manusia baik secarapribadi maupun mayarakat.Kedua: Karena ada pandangan yang negatif terhadap agama, di mana agama hanyadianggap sebagai khayal, ilusi dan merusak masyarakat.[1]Walaupun demikian bukan berarti bahwa semua manusia beragama, atauberagama pada kadar yang sama. Dalam sejarah tercatat bahwa ada kelompok-kelompoktertentu yang anti agama bahkan memusuhi agama, akan tetapi jugasebaliknya banyak juga kelompok-kelompok yang sangat taat dan menghayatiajaran agamanya dan terjalin baik sehingga kekuatan ghaib tersebut bisamemperkuat pribadinya. Sehingga agama dapat menjadi anutan, ikutan dandihormati seperti imam, ulama, kyai, pendeta, pastor dan lain-lain. Oleh karena itu agama merupakan aspek yang tidak terpisahkan dari pribadi dan masyarakat.
Tulisan ini akan mencoba mengungkap tentang makna agama yangsesungguhnya, sehingga fenomena-fenomena munculnya gerakan-gerakankeagamaan baru yang dianggap sebagai sebuah jawaban atas setiap persoalanpribadi atau kelompok tertuntaskan. Sementara pada sisi lain justru hal ini menjadisuatu fenomena yang meresahkan, karena kelompok-kelompok tersebut beradadalam kategori ”menyesatkan”.

B. Pembahasan
1. Pengertian Agama
Untuk memberikan batasan tentang makna agama memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena pandangan orang terhadap agama berbeda-beda. Adayang memandangnya sebagai suatu institusi yang diwahyukan oleh Tuhan kepadaorang yang dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya, dengan ketentuan-ketentuan yangtelah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil kebudayaan, hasil pemikiranmanusia, dan ada pula yang memandangnya sebagai hasil dari pemikiran orangorangyang jenius, tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai hasil lamunan,fantasi, ilustrasi.[2]Menurut Mukti Ali minimal ada tiga alasan berkaitan dengan hal ini, yakni :
1. Karena pengalaman agama adalah soal batini dan subyektif, juga sangatindividualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai dengan pengalamannyasendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh karena itu tidakada orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya dapatmembicarakan satu soal yang sama.
2. Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosionallebih dari pada membicarakan agama, karena agama merupakan hal yang saktidan luhur.
3. Bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yangmemberikan pengertian agama itu. Orang yang giat pergi ke Masjid atauGereja, ahli tasawuf atau mistik akan condong untuk menekankankebatinannya. Sedangkan ahli antropologi yang mempelajari agama condonguntuk mengartikannya sebagai kegiatan-kegiatan dan kebiasaan-kebiasaan yangdapat diamati.[3]
Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari kebutuhan itu adalah kepentingan manusi dalam memenuhi hajat rohani yang bersifat spritual, yakni sesuatu yang dianggapmampu memberi motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan manusia. Olehkarena itu, unsur rohani yang dapat memberikan spirit dicari dan dikejar sampaiakhirnya mereka menemukan suatu zat yang dianggap suci, memiliki kekuatan,maha tinggi dan maha kuasa. Sesuai dengan taraf perkembangan cara berpikirmereka, manusia mulai menemukan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan.Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan fitrah naluriah manusia yangtumbuh dan bekembang dari dalam dirinya dan pada akhirnya mendapatpemupukan dari lingkungan alam sekitarnya. Ada yang menganggap bahwa agamadi dalam banyak aspeknya mempunyai persamaan dengan ilmu kebatinan. Yangdimaksud ilmu agama di sini pada umumnya adalah agama-agama yang bersifatuniversal. Artinya para pengikutnya terdapat dalam masyarakat yang luas yanghidup di berbagai daerah.[4]Di samping itu ajarannya sudah tetap dan ditetapkan(established) di dalam kaedahnya atau ketetapannya dan semuanya hanya dapatberubah di dalam interpretasinya saja. Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar dapat memberi kebahagiaan di dunia dan akhiratbaik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat di sekitarnya. Selain ituagama juga memberikan ajaran untuk membuka jalan yang menuju kepada al-Khaliq, Tuhan yang Maha Esa ketika manusia telah mati.
Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak dapatdirubah meskipun masyarakat yang telah menerima itu berubah dalam struktur dancara berfikirnya. Maksud di sini adalah bahwa ajaran agama itu dapat dijadikanpedoman hidup, bahkan dapat dijadikan dasar moral dan norma-norma untukmenyusun masyarakat, baik masyarakat itu bersifat industrial minded, agraris, butaaksara, maupun cerdik pandai(cendikiawan). Karena ajaran agama itu universaldan telah estabilished, maka agama itu dapat dijadikan pedoman yang kuat bagimasyarakat baik di waktu kehidupan yang tenang maupun dalam waktu yang bergolak. Selain itu, agama juga menjadi dasar struktur masyarakat dan memberi pedoman untuk mengatur kehidupannya.

a. Batasan atau definisi agama diambil dari kata ”agama” itu sendiri
Kata ”agama” berasal dari bahasa sangsekerta mempunyai beberapa arti. Satu pendapat mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata, yaitu a dan gamyang berarti a = tidak, sedangkan gam = kacau, sehingga berarti tidak kacau(teratur).[5]Ada juga yang mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi, berartitidak pergi, tetap di tempat, turun temurun.[6]
Apabila dilihat dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yangmenjadi go dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Adalagipendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, karena agamamemang harus mempunyai kitab suci.[7]Berikut dikemukakan beberapa definisi agama secara terminologi, yaitu:Menurut Departemen Agama, pada Presiden Soekarno pernah diusulkan definisiagama pada pemerintah yaitu agama adalah jalan hidup dengan kepercayaankepada Tuhan yang Maha Esa berpedoman kitab suci dan dipimpin oleh seorangnabi. Ada empat unsur yang harus ada dalam definisi agama, yakni :
- Agama merupakan jalan atau alas hidup.
- Agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
- Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu).
- Agama harus dipimpin oleh seorang nabi atau rasul.
Selanjutnya menurut Prof. Dr. H. Mukti Ali mengatakan bahwa agamaadalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang Maha Esa dan hukum yangdiwahyukan kepada utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.[8]Menurut beliau ciri-ciri agama itu adalah:
- Mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa.
- Mempunyai kitab suci dari Tuhan yang Maha Esa.
- Mempunyai rasul/utusan dari Tuhan yang Maha Esa.
- Memepunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintahdan petunjuk.

b. Batasan atau definisi agama berasal dari kata ad-din
Din dalam bahasa Semit memiliki makna undang-undang atau hukum,kemudian dalam bahasa Arab mempunyai arti menguasai, mendudukkan, patuh,hutang, balasan, kebiasaan.[9]Bila kata ad-din disebutkan dalam rangkaian dinullah,maka hal ini dipandang bahwa agama tersebut berasal dari Allah, sedangkanjika disebut din-nabi, maka hal ini dipandang nabi lah yang melahirkan danmenyiarkannya, namun apabila disebut din-ummah, maka hal ini dipandang bahwamanusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan.[10]Ad-din bisa juga berarti syariah yaitu nama bagi peraturan-peraturan danhukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah selengkapnya atau prinsip-prinsipnyasaja dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakanya,dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan manusia.[11]Apabila ad-Dinmemiliki makna millah berarti mempunyai makna mengikat. Maksud agama adalahuntuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya dan mengikat mereka dalamsuatu ikatan yang erat sehingga menjadi pondasi yang kuat yang disebut denganbatu pembangunan, atau mengingat bahwa hukum-hukum agama itu dibukukanatau didewankan.[12]Kata ad-din juga bisa berarti memiliki makna nasehat, seperti dalam hadits dari Tamim r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda :ad-dinu nasihah. Para sahabatbertanya ”Ya Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: ”bagi Allah dankitab-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi para pemimpin muslimin serta bagi seluruhmuslimin”. (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ahmad).[13]
Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa ada lima unsur yang perlu diperhatikan, sehingga bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksuddengan agama yang jelas serta utuh. Kelima unsur itu adalah : Allah, Kitab, Rasul,pemimpin, umat baik mengenai arti masing-masing maupun kedudukan sertahubungannya satu dengan yang lain. Pengertian tersebut telah mencakup dalammakna nasihat. Imam Ragib dalam kitab al-Mufradat Fil gharibil Qur’an, danimam Nawawi dalam ’’Syarh Arba’in menerangkan bahwa nasihat itu maknanyasama dengan ”menjahit” (al-khayatu an-nasihu), yaitu menempatkan serta menghubungkan bagian (unsur) yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengankedudukan masing-masing.[14]
Selanjutnya secara terminologi makna ad-din menurut Prof. Taib ThahirAbdul Muin adalah suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa orang yangmempunyai akal memegang (menurut peraturan Tuhan itu) dengan kehendaknyasendiri tidak dipengaruhi, untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan diakherat.[15]Sedangkan menurut H. Agus Salim mengatakan bahwa ad-Din adalahajaran tentang kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk, perintah yangdiberikan Allah kepada manusia lewat utusan-utusan-Nya, dan oleh rasul-rasul-Nyayang diajarkan kepada orang-orang dengan pendidikan dan teladan.[16]

c. Batasan atau definisi agama berasal dari kata ”religi”
Kata religi berasal dari bahasa latin yang sering dieja dengan kata religio.Di antara penulis Romawi, di antaranya Cicero berpendapat bahwa religi ituberasal dari akar kata leg yang berarti mengambil, mengumpulkan, menghitung, atau memperhatikan sebagai contoh, memperhatikan tanda-tanda tentang suatuhubungan dengan ketuhanan atau membaca alamat.[17]Pendapat lain juga mengatakan, dalam hal ini diungkapkan oleh Serviusbahwa religi berasal dari kata lig yang mempunyai makna mengikat. Sedangkankata religion mempunyai makna suatu perhubungan, yakni suatu perhubunganantara manusia dengan zat yang di atas manusia (supra manusia).[18]
Sedangkan secara terminologi kata religion menurut Edward Burnett Tylor(1832-1971), seorang sarjana yang dianggap sebagai orang pertama yangmemberikan definisi tentang agama, menurutnya Religion is the bilief in thespritual beings.[19]Sedangkan menurut Emile Durkheim dari Perancis memberikan definisi Religion is an interpendent whole composed of beliefst and rites (faits andpractices) related to sacred things, unites adherents in a single community knownas a church.Artinya : Agama itu adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya salingbersandar yang satu pada yang lain, terdiri dari akidah-akidah (kepercayaan) danibadah-ibadah semua dihubungkan dengan hal-hal yang suci, dan mengikatpengikutnya dalam suatu masyarakat yang disebut dengan Gereja.[20]
Sedangkan menurut Ogburn dan Nimkhoff adalah Religion is a system ofbeliefs, emotional attitude and practices by means of which a group of peopleattempt to cope with ultimate problems of human life.Artinya: Agama itu adalah suatu pola akidah-akidah, sikap-sikap emosional danpraktek-praktek yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencobamemecahkan soal-soal ultimate dalam kehidupan manusia.[21]
Definisi tersebut mengandung beberapa unsur yaitu :
- Unsur kepercayaan
- Unsur emosi
- Unsur sosial
- Unsur yang terkandung dalam kata ultimate berarti “yang terpenting“ tidakada yang lebih
penting dari padanya atau yang mutlak.
Dengan demikian pengertian agama, baik itu berasal dari kata agama, addinatau religi merupakan gambaran pengertian agama yang menurut Prof. Dr.Mukti Ali sangat sulit diartikan, karena itu tidak menutup kemungkinan jika adakalangan-kalangan lain memberikan pengertian yang berbeda pula terhadap konsepatau pengertian agama itu sendiri. Melihat fenomena ini para ahli mencobamengalihkan persoalan dari definisi agama kepada definisi “orang beragama“seperti pendapat Mircea Eliade mengatakan :A religion man is one who recognizes the essential differences betwen thesacred and the profane and prefers the sacred.Artinya: Orang beragama ialah orang yang menyadari perbedaan-perbedaan pokokantara yang suci dan yang biasa serta mengutamakan yang suci.[22]

2. Asal-usul Agama
Pada awalnya, asal-usul, perkembangan dan pertumbuhan agama pada diriseseorang itu dilatarbelakangi antara lain oleh beberapa sebab sebagai berikut:
a. Agama adalah produk dari rasa takut
Rasa takut manusia pada alam, dari guruh yang menggetarkan, dari luasnyalautan dan ombak yang menggulung serta gejala-gejala alamiah lainnya. Sebagaiakibat rasa takut ini, terlintaslah agama dalam benak manusia. Lucretius, seorangfilsuf Yunani menyebutkan bahwa nenek moyang pertama para dewa ialah dewaketakutan.
Konsep-konsep Koentjaraningrat mengenai dasar-dasar tentang agamasebagai produk dari rasa takut ini terdapat pada empat komponen yang merupakansistem tiap-tiap religiusitas, yaitu:
- Emosi keagamaan menyebabkan manusia menjadi religius.
- Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayanganmanusia
tentangsifat-sifat Tuhan, serta tentang wujud dari alam ghaib(supernatural).
- Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia denganTuhan, dewa-
dewa atau makhluk halus yang mendiami alam ghaib.
- Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganutsistem
kepercayaan.[23]
Sedangkan menurut Harun Nasution terkait dengan asal usul agama ini adaempat unsur yang terdapat dalam komponen tersebut, yaitu :
- Kekuatan ghaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepadakekuatan ghaib sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia harusmengadakan hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Hubunganbaik ini dapat diwujudkan dengan cara mematuhi perintah dan menjauhilarangan kekuatan ghaib tersebut.
- Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini sertakesejahteraan hidupnya di akhirat tergantung kepada adanya hubungan baikdengan kekuatan ghaib dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itukesejahteraan dan kebahagiaan tersebut juga akan hilang.
- Responden yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu bisamengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agamaprimitif, atau perasaan cinta yang terdapat dalam agama-agamamonoteisme. Selanjutnya respon mengambil bentuk penyembahan yangterdapat dalam agama-agama primitif monoteisme. Lebih lanjut lagi responitu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yangbersangkutan.
- Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan ghaib,dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutandan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[24]
Sedangkan menurut L. B. Brown ada lima variabel untuk menjelaskantentang agama yang berkaitan dengan asal usul agama, yaitu :
- Tingkah laku
- Renungan suci dan iman (belief)
- Perasaan keagamaan atau pengalaman (experience)
- Keterikatan (infolvement)
- Consequential effects.[25]
Asal usul agama sebagai produk rasa takut biasanya diarahkan padapemahaman tentang kekuatan-kekuatan ghaib yang terdapat pada masyarakatprimitif. Orang-orang primitif mempunyai kepercayaan bahwa di dunia terdapatbanyak dewa. Dewa-dewa itu merupakan lambang dari kekuatan-kekuatan alamyang dahsyat. Kalau roh-roh dalam animisme belum diketahui tugas-tugasnya,maka dalam masyarakat primitif yang berketuhanan politeisme telah mempunyaitugas, misalnya ada dewa api, dewa angin, dewa topan, dewa guntur, dewa perang,dewi kesuburan, dewi kecantikan dan lain-lain. Misalnya pada masyarakat MesirKuno orang mempercayai dewa matahari yang disebut dengan Dewa Ra,sedangkan di India disebut surya, dan Persia disebut mythra. Orang-orang primitiftidak hanya memberi sesaji dan persembahan kepada dewa-dewa itu akan tetapijuga menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan,kemakmuran serta terhindar dari malapetaka.[26]
Dalam pertumbuhannya ajaran yang mempercayai banyak dewaberkeyakinan bahwa tidak ada yang lebih tinggi kekuasaannya antara masing-masingdewa. Bahkan bisa jadi mereka berkeyakinan bahwa antara dewa yang satudengan yang lain saling bersaing dan bertentangan, misalnya antara dewa api dandewa hujan, dewa musim panas dengan dewa musim dingin, dewa musim kemaraudengan dewa musim kesuburan dan lain sebagainya.
Tetapi lama kelamaan di antara dewa-dewa itu ada yang dianggap lebihtinggi kesaktiannya, sehingga lebih dihormati dan dipuja akhirnya timbul pemujaanterhadap dewa-dewa tersebut. Misalnya dalam agama Hindu pada masa permulaanWeda, ada tiga dewa yang menonjol yaitu Dewa Indra, Mitra dan Waruna. Dalamperkembangan selanjutnya timbullah pemujaan atas Trimurti yang terdiri dariBrahma,Wisnu dan Siwa. Selanjutnya dalam agama Mesir Kuno juga dikenaldengan Dewa Osiris, Isis (istrinya) dan Horus (anaknya). Dalam bahasa Arabmisalnya sebelum pra Islam dikenal juga dengan Dewa Lata, Uzza dan Manata.
Adakalanya satu dari dewa-dewa itu ada yang meningkat di atas dewa-dewalainnya seperti Zeus dalam agama Yunani Kuno, Yupiter dalam agama Romawidan Ammon dalam agama Mesir Kuno. Hal ini belum berarti pengakuan pada satuTuhan, tetapi baru pada pengakuan pada dewa terbesar di antara dewa yang banyak.

b. Agama adalah produk dari kebodohan
Sebagian orang percaya bahwa faktor yang mewujudkan agama adalahkebodohan manusia, sebab manusia sesuai dengan wataknya selalu cenderunguntuk mengetahui sebab-sebab dan hukum-hukum yang berlaku atas alam ini sertayang terjadi di dalamnya. Mungkin karena tidak berhasil mengenalnya, maka iamenisbahkan hal itu kepada sesuatu yang bersifat metapisis.Hal ini terkait erat dengan adanya persepsi manusia bahwa ada kekuatanyang berada di luar dirinya telah mendorong seseorang untuk merasa takut mencariperlindungan, demi keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Ketika manusiamerasa takut akibat adanya bencana alam, gempa bumi dan tsunami maka merekabersama-sama secara individu melakukan persembahan terhadap dewa laut, dewaalam, dewa bumi dan sebagainya. Ketika masyarakat merasa takut terhadap angintopan yang melanda perkampungan, takut pada api yang membakar seluruh hutandan sawah ladangnya, maka dengan kebodohannya mereka melakukan pemujaanterhadap dewa angin dan api. Jadi sangat mungkin karena didorong olehkebodohan itulah manusia menumbuhkan keyakinan terhadap ”zat yang dianggapsakral”. Keyakinan terhadap zat yang dianggap tuhan itu, melahirkan konsekuensiperibadatan berbentuk ritual yang berdasarkan pada aturan-aturan yang ditentukansecara normatif.

c. Pendambaan akan keadilan dan keteraturan
Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa sebagian orang memperkirakanbahwa motivasi keterikatan manusia kepada agama ialah pendambaannya akankeadilan dan keteraturan. Keadilan dalam masyarakat dan alam, karena itu iamenciptakan agama dan berpegang erat kepadanya demi meredakan penderitaanpenderitaankejiwaannya.[27]Kemudian Karljung dalam Yusuf Sou’yb mengartikan bahwa agamamerupakan penjelmaan tata cara hidup manusia yang dikembangkan olehmanusiauntuk mengatur kehidupannya, disebabkan karena ketakutan dan kekecewaan yangtelah tertanam di alam bawah sadar manusia.[28]Terkait erat dengan sifat manusia itu sendiri sebagai fitrahnya maka tidakheran jika konsep ajaran-ajarannya selalu berubah-rubah sesuai dengan kemauanpemeluknya serta kekuatan metapisis di luarnya hingga sampai padakeuniversalannya. Karena untuk mengupayakan agama sebagai bentukpendambaan akan keadilan dan keteraturan, maka agama diformulasikan ke dalamdua sistem yaitu :
1. Agama sebagai sistem budaya
Agama sebagai sistem budaya yang bersifat kognitif, meliputi unsur-unsurpokok yang di dalamnya terdapat knowled (pengetahuan), belief (kepercayaan),value (nilai) dan norma-norma. Melalui ajaran-ajarannya, agama memberikansumbangan pengetahuan yang sangat berharga bagi manusia untuk mengetahuisesuatu yang mungkin tidak ditemukan melalui akal pikiran. Berdasarkanpengetahuan yang diperoleh dari agama, timbul suatu kepercayaan dalam diriseseorang terhadap sesuatu yang mungkin dia sendiri belum pernah melihatnya.
Menurut William Howells mengatakan bahwa percaya dalam agama adalahpenerimaan suatu ide (gagasan) secara khusus dengan sikap yang lebih mendalamdan tidak membutuhkan formulasi yang sangat jelas. Percaya adalah perasaan yangsangat kuat bahwa ada kekuatan yang luar biasa di alam raya.[29]Agama juga memberikan sumbangan berupa nilai-nilai hidup yang dapatdijadikan ukuran untuk menentukan baik dan buruk, dilarang atau dibolehkandalam kehidupan manusia dan masyarakat. Nilai agama-agama tersebut sudahbarang tentu telah diwujudkan dalam kehidupan yang nyata serta dalam bentukaturan-aturan (norma) yang diberlakukan dalam kehidupan bersama. Agama jugatelah memberikan sumbangan berupa aturan-aturan (norma) sebagai pedoman yangharus dilaksanakan agar manusia atau masyarakat dapat memperoleh kehidupanyang baik.
Sebagai suatu sistem budaya, agama berfungsi memberikan pengawasan(kontrol) terhadap sistem-sistem lain yang bersifat kondusif. Oleh karena itu,eksistensi agama tidak akan bermakna tanpa melibatkan sistem sosial dalam bentukorganisasi, lembaga atau pranata-pranata (sistem sosial). Sistem sosial juga hanyaakan menjadi lambang yang tidak bermakna tanpa didukung sistem kepribadiandan sistem perilaku dalam bentuk pengamalan keagamaan yang berkembang secaraindividual dalam masyarakat. secara konkrit, sistem kepribadian dan sistemperilaku keagamaanlah yang mendukung keberadaan suatu agama. Dengan katalain, agama sebagai sistem budaya berfungsi memberikan pengawasan (controling)dan tidak bisa lepas dari sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem perilaku yangmendukung eksitensi agama dalam kehidupannya (conditioning).[30]Berkaitan dengan agama sebagai suatu sistem, lebih jauh Geertzmen menjelaskan dalam ”Understanding Religion and Culture” : Antropological andTeological Perspectives,
1. A system of syimbols which act to
2. Estabilish powerful, ersuasive and long lasting moods and motivatons in man
by
3. Formulating conceptions of general order of exsistence
4. Clothing these conceptions with such an aura of factuality that
5. The moods and motivations seem uniquely realistic.[31]
Pendekatan sistematik memandang agama sebagai suatu sistem budaya(seperti yang diungkapkan oleg Geertz: The Religion as a cultural System) karenaagama mengandung seperangkat sistem pengetahuan kepercayaan, norma dan nilai,yang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan, di mana satu sama lain salingmengontrol dan mendukung. Sistem pengetahuan (knowledge), sistem kepercayaan(bilief), norma (norms) dan nilai (values) yang terkandung dalam agama, secarakognitif memang baru merupakan gagasan yang abstrak, dan harus direalisasikandalam wujud yang lebih konkrit. Manifestasi dari itu, secara sibernatika (menurutteori tindakan Parsons dalam ”Social Action”) memerlukan sistem sosial, sistemkepribadian dan sistem perilaku untuk mendukung wujud agama yang sebenarnya.Melalui sistem sosial, agama dapat dilihat eksistensinya dari jenis-jenis organisasi,lembaga, institusi yang mengindikasikan warna agama. Tetapi hal ini pun belum
benar-benar konkrit sebelum didukung oleh penampilan kepribadian, performancedan lebih konkrit lagi dengan melihat behavior (perilaku atau amal) dari parapemeluk agama yang bersangkutan.[32]Agama sebagai sistem budaya hanya dapat dipelajari, diketahui dandimengerti melalui simbol-simbol yang berlaku di masing-masing agama. Itusebabnya Geertz menyebutkan agama juga sebagai sistem simbol (TheReligion is a System of Syimbols). Hakikat yang bisa dipelajari dan diamati adalahsimbol-simbol agama yang dianggap sakral. Nama Allah dalam sistem keyakinanIslam misalnya, tidak bisa diwujudkan secara kasat mata, karena Allah itu MahaGhaib: Ada tetapi tidak mungkin kita bisa melihat-Nya. Oleh karena itu, NabiMuhammad SAWmemantapkan strategi keimanan seseorang dengan caramenyembah Allah, seakan-akan kita melihat-Nya. Andai kata kita tidak bisamelihat-Nya, maka sesungguhnya Allah tetap melihat kita. Ketika kita yakin sedang”menyembah” Allah, yang kita baca dan kita saksikan dalam kehidupan beragamasehari-hari adalah simbol-Nya, bukan hakikat wujud-Nya, karena sistem budayahanya bersifat kognitif. Sedangkan yang abstraksinya dapat disaksikan melaluisistem pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai yang terkandung dalam ajaranagama.
Pendekatan terhadap sistem pengetahuan, dapat dilakukan denganmempelajari kitab-kitab suci agama, catatan-catatan kuno tentang wahyu yangpernah diturunkan (manuskrip, lembaran-lembaran ayat suci (suhuf) atau ucapanucapannabi pembawa agama (hadits).
Sistem pengetahuan alam misalnya, dapat dipelajari melalui kitab suci Al-Qur’an, hadits Rasulullah, ucapan sahabat atau ulama yang terhimpun dalam kitabtersendiri. Sistem pengetahuan mengandung informasi tentang kejadian alam,hakikat Tuhan yang telah menciptakan alam itu serta sejarah peradaban manusiayang secara keseluruhan perlu diketahui oleh manusia. Dengan pengetahuan itu,manusia akan menyadari keberadaan dirinya di sisi Tuhan, yang pada akhirnyamengantarkan seseorang lebih mengenal Tuhannya sebagai pencipta, sehinggamanusia semakin yakin siapa Tuhan yang layak dipuja dan disembah. Sistemkepercayaan akan dirasakan lebih kuat jika didasarkan pada sistem pengetahuanyang dimiliki. Melalui kajian terhadap diri dan alam sekitar, akhirnya seseorangakan sampai juga pada pengenalan terhadap Tuhannya.
Banyak rahasia kehidupan manusia yang mungkin tidak terungkap denganilmu pengetahuan, karena keterbatasan akal pikiran. Namun, melalui pengetahuanyang bersumber dari agama, manusia mendapat informasi yang bersifat metafisiksekalipun, yang kadang-kadang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan.Keberadaan surga dan neraka, proyeksi kehidupan manusia di akhirat, tentangterjadinya hari kiamat, kehidupan di alam kubur serta eksistensi malaikat, jin danmakhluk-makhluk ghaib, hanya dapat diperoleh informasinya melalui agama.Bahkan, pengetahuan tentang siapa hakikat Tuhan yang patut disembah, yangdianggap Maha Suci (sakral), tidak mungkin bisa diperoleh, kecuali dari agamayang dapat memberikan informasi kepada umatnya, sehingga dapat diyakinisepenuh hatinya.Agama pada umumnya termasuk Islam, telah mengajarkan umatnya untukpercaya kepada yang ghaib. Tuhan, wahyu, kiamat, hari akhirat, malaikat, jin,setan, surga atau neraka, termasuk makhluk ghaib.
Hal-hal yang disebutkan, jelastidak dalam kategori gejala yang dapat diamati. Mungkin saja dikatakan dalamajaran agama bahwa para nabi pernah mengalami apa yang disebut prosesmenerima wahyu atau berkomunikasi dengan malaikat, memperoleh keistimewaanberupa mukjizat. Hal itu semua merupakan bagian dari peristiwa ghaib yang hanyaharus dipercayai dan bukan pengalaman langsung yang bisa dialami oleh manusiabiasa pada umumnya. Kepercayaan dalam suatu agama yang diterima berdasarkanpengetahuan atau keyakinan sendiri, memang tidak seluruhnya dapat diteliti dandiamati, karena dalam sistem keyakinan agama itu, menurut Emile Durheimmengatakan bahwa selalu terdapat hal-hal yang bersifat sakral berkaitan denganhal-hal ukhrowiyah dan bersifat profan berkaitan dengan hal-hal duniawiyah.[33]
Menurut Harsya W. Bachtiar membedakan kepercayaan keagamaan yangbisa diteliti adalah kepercayaan yang ghaib, tidak bisa dibuktikan berdasarkankenyataan (empiris). Sedangkan kepercayaan yang bisa diteliti adalah kepercayaankeduniaan (tradisi) berkenaan dengan kenyataan yang diwujudkan di dunia.Kepercayaan yang bersifat tradisi inilah yang dapat dijadikan objek pengamatanantropologi, sosiologi, psikologi, arkeologi dan filologi. Banyak gagasan agamasebagai sistem budaya yang mengandung kepercayaan untuk diterima secaratradisional oleh para pengikut suatu agama. Gagasan kepercayaan misalnya tentangpenyaliban Yesus dalam ajaran Gereja baik Katolik maupun Protestan merupakansistem kepercayaan yang mutlak harus diterima oleh umat Kristen. Ada nilai-nilaidogmatika dalam Gereja, walaupun mengandung interpretasi berbeda. MenurutGereja Katolik dogmatika berartikepercayaan yang harus diterima apa adanya dariisi Alkitab, tanpa kritik dan tanpa protes. Sedangkan Gereja Protestan memahamidogmatika sebagai upaya kajian penganut Gereja terhadap misi Alkitab, karena itudimata umat Katolik, Alkitab tertutup untuk menerima penafsiran, selain imamyang dianggap wakil Tuhan. Sedangkan di mata kaum Protestan, Alkitab justruterbuka untuk dikaji, dipelajari dan ditelaah agar umat Gereja memperolehpemahaman yang utuh dari kitab sucinya.[34]
Secara antropologis kepercayaan yang bersifat tradisional ini dapatdisaksikan gejala-gejalanya, baik dari sistem credo (12 syahadat rasul) yang selaludibacakan pada setiap kebaktian di Gereja atau dari tanda-tanda salib yang secarasimbolik melambangkan kepercayaan terhadap penyaliban Yesus. Kepercayaanterhadap adanya roh-roh halus atau arwah yang sudah meninggal, yang kemudiandapat kembali lagi melakukan reingkarnasi dalam agama Hindu misalnya dapatdisaksikan gejalanya dari tradisi yang berkembang di kalangan mereka. Menurutkeyakinan umat Hindu, arwah orang yang meninggal masih berada di sekitarrumah selama satu minggu untuk mencari peluang reingkarnasi (penjelmaan
kembali) ke dalam jasad keluarga yang hidup. Agar proses reingkarnasi tidakberlangsung begitu cepat, maka keluarga yang masih hidup mengadakan pertemuandi malam hari untuk berjaga-jaga, sambil membakar kemenyan dan menyebar baukembang, sehingga arwah orang yang sudah meninggal itu tidak mungkin kembalidan mengganggu keluarga yang hidup. Kegiatan semacam ini dilanjutkan pada harikeempat puluh, ke seratus dan ke seribu, sebagai suatu tradisi yangberkesinambungan. Tradisi kepercayaan umat Hindu itu juga dapat diamatigejalanya di Indonesia, meskipun sudah tidak asli lagi karena proses sinkritisme
budaya. Percampuran antar kebudayaan dan kepercayaan penduduk asli Indonesia,termasuk umat Islam di dalamnya harus diakui telah terjadi sejak awal masuknyaIslam ke Indonesia.[35]
Sinkritisme budaya itu telah melahirkan tradisi tahlil setiap adanya kematiananggota keluarga. Bacaan-bacaan tahlil, tasbih, tahmid, taghfir adalah tradisi Islamyang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk membiasakannya sebagai kalimatthoiyyibah dalam zikir, ringan diucapkan tetapi akan menambah bobot timbangandi hari akhir. Sementara itu acara makan-makan di tempat anggota keluarga yangterkena musibah kematian, membakar kemenyan, meletakkan kembang di gelas,selamatan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dan seterusnyamerupakan bentuk sinkritisme budaya dari agama Hindu. Gejala kepercayaan yangdapat diamati juga dijumpai di kalangan umat Islam, berkaitan dengan kehidupandi alam kubur. Umat Islam meyakini bahwa ada kehidupan di alam kubur bagimereka yang sudah meninggal. Hal itu dapat disaksikan gejala-gejalanya daritradisi kepercayaan yang berkembang di kalangan masyarakat Islam. Misalnyatalqin bagi orang yang meninggal di atas kuburan pada waktu berlangsungnyapemakaman. Gejala-gejala kepercayaan itu dapat diamati dalam prosesberlangsungnya talqin.[36]
Sebagai sistem budaya, agama juga dapat didekati melalui norma (aturan)yang ditentukan serta berlaku pada setiap agama. Banyak norma yang diajarkanoleh agama menjadi tuntunan peraturan bagi para pengikut agama yangbersangkutan. Secara empirik, norma-norma agama itu dapat dipelajari dan diamatidengan memperhatikan gejala-gejala ketentuan hukum atau aturan yangdiberlakukan dalam masyarakat beragama. Normanya sendiri barangkali secarakonkrit tidak dapat disaksikan, karena bersifat kognitif. Namun gejala-gejalatentang adanya norma agama dapat dilihat dari ketentuan hukum yang berlaku,peraturan, undang-undang, kaidah, dan rambu-rambu peringatan dalam kitab suci.Misalnya dalam Gereja Katolik ada ketentuan Pastor tidak boleh menikahsepanjang hidupnya selama mengemban tugas sebagai imam (karena dianggapwakil tuhan yang harus senantiasa berkonsentrasi dalam memberikan pelayananpada umat), ketentuan untuk mengaku dosa bagi orang Katolik yang telahmelakukan dosa sendiri, serta ketentuan memakan roti dan minum anggur dalamsetiap sakramen. Gejala norma agama juga dapat dipelajari dalam ajaran Budha,berkaitan dengan keharusan jalan kebenaran serta menjauhi larangan untuk berkatadusta dan mengambil hak orang lain. Dalam ajaran Islam juga banyak mengandungnorma agama, yang gejalanya dapat diperhatikan dari adanya ketentuan-ketentuantentang jenis makanan dan minuman yang halal dan yang haram, larangan berbuatzina, larangan memakan riba, dan lain sebagainya.
Di dalam agama secara empirik sistem nilai tidak dapat diamati langsung,karena bersifat abstrak. Menurut ajaran agama, nilai baik dan buruk hanya dapatdidekati berdasarkan kepercayaan masing-masing umat yang bersangkutan, begitupula dengan nilai dosa dan pahala. Pengamatan hanya dapat dilakukan terhadapgejala-gejala sikap orang beragama ketika melakukan suatu perbuatan ataumenghindari suatu perbuatan. Seorang muslim misalnya, begitu semangat dalammelakukan ibadah, begitu semarak menyambut datangnya bulan puasa, beranimengorbankan harta benda, untuk menunaikan ibadah haji ke Kota Mekkah danlain sebagainya. Apabila diamati hal-hal tersebut memiliki motivasi tinggi dalammengejar nilai-nilai pahala yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Begitu juga sebaliknya ketaatan menjauhi larangan berbuat maksiat dan durhakaadalah indikasi kuat bahwa yang bersangkutan takut melakukan perbuatan dosa.Sistem nilai yang terdapat dalam setiap agama sangat berpengaruh dalammemberikan motivasi pada seseorang yang menjadi penganut agama yang taat,untuk menumbuhkan kepercayaan dalam melaksanakan pengabdian dan mentaatinorma-norma yang berlaku. Secara sistematik dapat digambarkan bahwa subsistem dalam agama saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Kepercayaanseseorang kepada zat yang dianggap Tuhan, apa dan bagaimanapun bentuknyaakan mendorong seseorang untuk melakukan pengabdian maupun penyembahan,sebagai konsekuensi logis dari sistem keyakinan yang dianutnya.Sistempengabdian, persembahan, kebaktian atau peribadatan yang dilakukan secara ritual,tentu tidak akan mungkin dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, jika tidak adatata aturan atau norma yang mengaturnya. Sistem norma memberikan panduan bagimanusia dengan melaksanakan pemujaan atau persembahan kepada zat yangdianggap Tuhan. Sistem norma juga yang memberikan petunjuk berupa perintahdan larangan bagi pemeluk bagi suatu agama. Sumber norma itu bisa berasal dariwahyu yang datang dan terhimpun dalam kitab suci atau juga bisa sebagai hasilrenungan para pemimpin dan tokoh agama ketika menyepi atau menyendiri.
Sistemnorma memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan ibadah secarakondisioning, sekaligus juga memberikan kontrol terhadap sikap dan prilakuseseorang dalam agama. Ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap ajaran agamayang dianut sesungguhnya dapat diamati dari tingkat ketaatan orang tersebut dalammematuhi norma-norma agama yang telah ditentukan, dan tingkat pelanggaranterhadap norma-norma tersebut. Ketaatan orang beragama terhadap sistem normajuga tidak bisa dipisahkan dari keberadaan sistem nilai yang memberikan harapanberupa pahala bagi orang yang melakukan kebajikan atau ancaman berupa siksabagi individu yang banyak berbuat dosa. Dengan demikian, melalui pendekatansistematik, akan dapat diketahui, dipelajari, dan diteliti keberagamaan seseorangberdasarkan gejala-gejala perilaku yang dipengaruhi oleh sistem pengetahuan,sistem kepercayaan, dan sistem norma serta nilai agama yang dianutnya. Dengandemikian dapat dipahami bahwa agama sebagai sistem budaya merupakanpendekatan nilai agama yang cukup sistematis.

10 Agama Baru di Dunia
Dari pembahasan di atas tercatat ada 10 agama baru paling aneh di dunia yang pernah menggemparkan umat manusia. Mungkin ada sebagian orang yang belum tahu dan mendengarnya sama sekali. Bagaimana tentang ajarannya, memang sebagian besar masih mengadopsi agama-agama yang sudah ada sebelumnya. Berikut ke 10 agama baru tersebut :
1. Agama Baru Nuwaubianisme
Menurut keterangan ahli cendikiawan, pengikut agama Nuwaubinisme (Nuwaubian Nation of Moors) ini dulunya adalah komunitas orang kulit hitam muslim yang tinggal di seputar daerah metropolitan New York. Akhirnya, mereka mendirikan sebuah markas di Putnam County, Georgia pada 1993 (kini sudah ditinggalkan). Sayangnya, pemimpin spiritual mereka Dr. Malachi Z. York yang dijuluki Dwight York, pada suatu malam ditangkap karena dituduh mencuci uang dan melakukan pelecehan seksual terhadap anakkecil. Anehnya, meski fakta kejahatan sang pemimpin sudah terungkap jelas, namun para pengikut agama Nuwaubianisme masih saja tetap bertahan sampai sekarang.Menurut mitos dalam ajaran agama sesat Nuwaubianisme ini, orang kulit putih ditakdirkan untuk memperbudak orang kulit hitam, namun takdir ini akhirnya meleset. Mereka juga percaya wanita lebih dahulu ada beberapa generasi sebelum pria diciptakan lewat rekayasa cinta genetik.
2. Gerakan Pangeran Phillip (Prince Phillip Movement / PPM)
'Ayah suri' dan suami dari Ratu Elizabeth II ini akhirnya bisa merasakan menjadi Raja dalam artian sebenarnya. Kaum penduduk Yaohnanen di Vanuatu, menganggapnya sebagai 'anak dari roh Bumi yang pergi menyeberangi lautan untuk menikahi seorang wanita yang berkuasa'.Setelah melihat cara pejabat Vanuatu melayani Ratu Elizabeth saat mengunjungi negara mereka, pengikut ajaran ini memutuskan bahwa suaminya pastilah 'anak roh Bumi' yang dimaksud dalam legenda tersebut. Pengikut Gerakan Pangeran Phillip merayakan ulang tahun ayah dari Pangeran Charles yang jatuh pada tanggal 10 Juni setiap tahunnya sebagai festival keagamaan unik mereka.
3. Raelisme
Cerita dari Claude Vorilhons, mantan pembalap mobil Prancis ini pastinya membuat siapa saja menggeleng-gelengkan kepala ketika mendengarnya.Ia mengaku pernah diculik oleh Alien dan diberitahu soal asal-usul manusia. Alien tersebut pulalah yang memberi Claude nama 'Rael' saat dibawa ke planet nun jauh disana yang katanya bernama Elohim.Claude mengaku dirinya 'merasa terhormat' karena dapat bertemu dengan tokoh-tokoh keagamaan dan filsuf terkenal sepanjang sejarah, seperti Yesus, Konfusius, Buddha, dan Joseph Smith (pendiri aliran Mormonisme). Claude alias Rael juga mengatakan bahwa Alien akan datang ke Yerusalem pada tahun 2025.
4. Agama Pana Wave Jepang
Agama Pana Wave, ajaran ini adalah gerakan yang didirikan oleh sekelompok orang cerdas yang kurang piknik. Kaum ini mempercayai gelombang elektromagnetik adalah penyebab dari segala bencana yang ada di muka Bumi. Mereka menyalahkan gelombang elektromagnetik sebagai biang keladi atas semua kekacauan lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi. Konyolnya, pada tahun 2003 silam, kelompok Pana Wave ini pernah menculik seekor anjing laut kutub utara yang tiba-tiba muncul di permukaan sungai Tokyo. Kaum Pana Wave berpendapat kehadiran anjing laut di tempat yang aneh seperti sungai adalah bukti dari 'kejahatan' gelombang elektromagnetik, dan karenanya anjing laut tersebut harus dikembalikan ke Arktik demi mencegah terjadinya kiamat.
5. Penganut Ajaran Aneh Kaum Alam Semesta
Layaknya Raelisme, agama aneh terbaru ini juga terinspirasi oleh kehadiran alien. Kelompok ajaran yang bermarkas di Republik Ceko ini mendasarkan kepercayaannya pada mahkluk luar angkasa yang 'katanya' terus berkomunikasi dengan pendiri mereka, Ivo Benda, sejak tahun 1997 silam.Menurut Ivo Benda, alien memiliki awak kapal yang sewaktu-waktu dapat mengorbit ke Bumi. Awak kapal ini dipimpin oleh makhluk bernama Ashtar yang mengawasi umat manusia di Bumi, dan siap mengangkut mereka yang hidupnya baik dan memiliki sifat setia ke dimensi lain. Kalau ada yang bermimpi untuk bertamasya ke luar angkasa, mungkin agama baru ini bisa menjadi salah satu solusi murah untuk mewujudkan impian tersebut. Nama agama aneh ini adalah Universe People dikenal juga dengan nama The Cosmic People of Light Powers.
6. Gereja Semua Dunia (Church of All Worlds)
Inilah agama pagan abad ke 21 terbesar saat ini. Church of All Worlds didirikan pada tahun 1962 oleh Oberon Zell-Ravenheart (namanya mirip seperti karakter game petualangan), dan istrinya, Morning Glory. Nama organisasi mereka diambil dari Strange in a Strange Land karya Robert Heinlein. Pengikutnya menyembah Bumi dalam bentuk Gaea, dan beberapa dewa yang diambil dari sebagian agama kuno (kebanyakan Yunani Kuno). Oberon sendiri berstatus 'Kepala Gereja', dan bergelar 'Primata'. Sementara pengikutnya disebut dengan istilah 'Kaum Air' (Waterkin).
7. Rastafarianisme, Agama yang pernah Menggemparkan Dunia
Satu lagi "agama baru" paling aneh tapi nyata di dunia, meskipun ajaran agama ini sudah lama dikenal sejak tahun 1930. Rastafarianisme dikenal juga sebagai Gerakan Rastafari yang tumbuh di Jamaika, meyakini bahwa mantan Kaisar Ethiopia, Haile Selassie I adalah Raja diatas Raja, Tuan segala Tuan, Singa Penakluk dari suku Yehuda dalam artian sesungguhnya Tuhan yang berkuasa di Dunia.Banyak faktor penyebab yang membuat ajaran Rastafari ini timbul dan semakin bertumbuh subur umat pengikutnya, diantaranya akibat salah menafsirkan Nubuat dalam Alkitab, dan penyangkalan rasialis orang kulit hitam yang menentang perbudakan dari orang-orang berkulit putih.Sehingga mereka berharap melalui ajaran ini, semua aspirasi dan politik kulit hitam dapat diwujudkan oleh Pemimpin mereka. Namun sayangnya, gerakan Rastafari ini pun ditentang keras oleh Kaum Rasta sendiri karena dianggap sudah melecehkan kaum mereka.
8. Agama Terbaru Jediism
Tidak dapat dipungkiri, fanatisme penggemar sekuel film Star Wars memang jauh lebih dalam ketimbang serial lainnya, sampai-sampai dikultuskan layaknya agama. Bagi yang pernah menonton atau mungkin sudah menjadi penggemar fanatik film ini, maka sudah hafal dengan konsep Light Side vs Dark Side, dan kekuatan 'Force' yang menyatukan seluruh alam semesta.Konsep agama unik ini sedikit mirip dengan konsep kebaikan yang diajarkan dalam agama-agama 'mainstream' sehingga membuat beberapa penggemar memilih mengikuti ajaran Jedi (Light Side) dalam kehidupan sehari-harinya. Meski tidak memiliki organisasi pusat, namun gerakan ini punya sebuah 'rumah suci' bernama ‘Temple of the Jedi Order’ yang berbasis di Texas. Kuil ini mengeluarkan sebuah kode voucher berperilaku bagi para pengikut Jediisme yang disebut ’16 Ajaran Jedi'. Ajaran ini mencampuradukkan nilai-nilai kemanusian dalam film Star Wars dengan ajaran agama yang berkembang di Asia Timur seperti Ajaran Buddha dan Tao.
9. Gerakan Kreativitas (Creativity Movement)
Creativity Movement adalah gerakan separatis dan rasis yang mengedepankan 'Kreativitas' sebagai nilai utamanya. Meski banyak menggunakan istilah 'Kreator' dalam ajarannya, namun hal ini tidak merujuk kepada suatu konsep ketuhanan, melainkan kepada pengikutnya sendiri. Gerakan ini bersifat ateis dan karenanya tidak memperkenalkan konsep kebesaran dan kekuasaan Tuhan.Creativity Movement digalang oleh Ben Klassen pada awal tahun 1973. Setelah Ben Klassen meninggal, gerakan ini hampir musnah sebelum akhirnya digerakkan kembali oleh Matthew F. Hale lewat 'Gereja Pencipta Baru' (New Church of the Creator) tiga tahun kemudian.Hale berperan sebagai 'Pontifex Maximus' (Imam Tertinggi) sebelum akhirnya ditangkap pada Januari tahun 2003 atas tuduhan pembunuhan seorang hakim federal yang melibatkan Kepala Keamanan gerakan mereka, Anthony Evola (seorang informan FBI).
10. Ilmu Kebahagiaan (Happy Science)
Pengusaha asal Jepang, Ryuho Okawa mendirikan sebuah agama baru setelah berhenti dari karir bidang keuangannya di Kota New York. Dengan misi membawa kebahagiaan dan perdamaian ke seluruh dunia, ia mengklaim ikut berpartisipasi menyukseskan misi ini dengan cara menyalurkan energi dan ajaran yang dibawa oleh tokoh-tokoh dan nabi-nabi dari beberapa agama.Menurut penuturan Ryuho Okawa, Malaikat Jibril/Gabriel akan datang ke Bumi di masa depan, dan akan mendarat tepat di Kota Bangkok.
Jika sang malaikat pemberi pesan memang benar-benar akan datang kesana, maka pemerintah Thailand pastinya akan kewalahan mengatur banyaknya turis yang ingin jumpa fans sambil berselfie ria dengan sang malaikat.
Agama memang telah menjadi batu pijakan dan pedoman sehari-hari bagi umat manusia sejak era prasejarah. Agama juga menentukan cara pandang hidup seseorang, bahkan mempengaruhi aspek-aspek kemaslahatan umat manusia seperti politik, ekonomi, dan hubungan antar masyarakat secara umum.

2. Agama dianggap sebagai sistem yang gagal untuk menciptakan keadilandan keteraturan
Kelompok-kelompok yang merasa kurang ”nyaman” dan tepatmendapatkan makna ”agama” hal ini menjadikan orang-orang menempatkan posisiini dengan membentuk gerakan atau pola pemahaman yang baru. Karenanya tidakmengherankan apabila pada dekade akhir-akhir ini di Indonesia selalu dimarakkanoleh tampilnya atau munculnya aliran-aliran atau paham-paham keagaman yangbaru. Menurut para pengamat mengapa hal ini muncul? Berpijak dari pemikiranMurtadha Muthahhari tentang latar belakang atau asal-usul agama yangmenjelaskan bahwa agama lahir dilatar belakangi oleh pendambaan akan keadilandan keteraturan, maka lahirnya agama-agama baru, atau paham-paham baru, ataujuga aliran-aliran baru merupakan kondisi yang alamiah. Munculnya sejumlahgerakan-gerakan bentuk keagamaan baru di luar tradisi agama mainstream, sepertiAhmadiyah, Komunitas Eden, dan lain sebagainya memicu pro dan kontra. Di satusisi ia dianggap penyimpangan dari arus utama tradisi agama yang telah mapan,sementara di sisi lain ia justru dianggap sebagai respon terhadap agama mainstreamyang dianggap tidak lagi berpihak kepada para spirituality seekers. Para pencarikenikmatan spritualitas itu beranggapan bahwa agama-agama mainstream telahgagal memberi ruang bagi perkembangan spritualitas.Respon publik terhadap kelahiran mereka memang beragam. Tapi yangpenting dicatat, khusus di Indonesia kelahiran praktek-praktek keagamaan terkaitdengan adanya dua kondisi penting yang saling berpengaruh, yaitu menguatnyasemangat konservatisme Islam dan terbukanya iklim kebebasan beragama pascaruntuhnya rezim Orba. Tetapi iklim kebebasan yang muncul seiring keruntuhanrezim lama itu, juga menjadi faktor yang tidak bisa dinafikan bagi kelompok-kelompokkonservatif bahkan radikal. Akibatnya kebebasan mengekspresikan tidakhanya terjadi pada level sosial dan teologis, perdebatan tentang lahirnya praktek-praktekkeagamaan baru juga sudah menjadi perdebatan dalam tradisi akademis.
Meskipun dinamika praktek keagamaan ini menunjukkan gejala meningkat,perkembangan wacana tentang “agama baru” tampaknya belum begitu pesat.Sementara kajian-kajian akademis belum mendapatkan tempat, di tingkatmasyarakat dan negara gejala itu justru dianggap persoalan yang tidak kalahproblematikanya. Karena itu kelahiran paham-paham baru ini difalsifikasi secarateologis. Tetapi secara sosiologis fenomena ini sangat mungkin dihubungkandengan berkembangnya kebebasan berekspresi dalam beragama. Sejumlah teoretisiseperti Gordon Melton, Peter Clarke dan Greenfield selalu menghubungkan gejalaini dengan semangat untuk keluar dari dominasi penafsiran dan ekspresikeagamaan kelompok tertentu atau tepatnya agama yang mainstream. Greefieldmengatakan lebih jauh bahwa kelahiran keagamaan baru itu tidak akan pernahlepas dari tradisi-tradisi agama induk (mainstream).
Hal ini dipahami sebagaisekelompok aktor (orang dalam suatu komunitas) yang sama-sama mempunyaiparadigma transcendental dalam beragama, sebagai hasil pemahaman merekaterhadap doktrin agama tertentu. Biasanya mereka menawarkan sebuah pandangandunia baru yang menggabungkan elemen-elemen global dan lokal, tradisional daninovasional serta replektif dan praktis.Melalui kerangka itu, pendapat Murtadha Muthahhari bahwa motivasiketerikatan manusia kepada agama ialah pendambaannya akan keadilan danketeraturan. Keadilan dalam masyarakat dan alam, karena itu ia menciptakan”agama” dan berpegang erat kepadanya demi meredakan penderitaan-penderitaankejiwaannya, merupakan jawaban akan munculnya agama-agama baru di negeriini. Dalam keseharian kita disebut dengan aliran-aliran yang menyesesatkan.Inilah satu sisi fenomena jawabannya.

C. Kesimpulan
Secara historis, tulisan ini telah menjelaskan definisi atau batasan agamadengan tiga bentuk yakni, agama yang berasal dari kata ”agama” itu sendiri, kata”ad-Din” dan ”religi”. Akan tetapi walaupun demikian, para ahli hingga saat inimasih memberikan peluang, jika masih ada orang yang dapat memberikan maknatersendiri dari kata ”agama” itu sendiri.Memahami konsep ”agama” dari dulu hingga saat ini memang sangatsubjektif untuk diberi penafsiran.Hal ini sesuai dengan pendapat Prof. Dr. H.Mukti Ali yang mengatakan bahwa memberikan definisi agama itu sangatsubjektif. Hal ini karena :
1.  Karena pengalaman agama adalah soal batini dan subyektif, juga sangatindividualistis, tiap orang mengartikan agama itu sesuai dengan pengalamannyasendiri, atau sesuai dengan pengalaman agama sendiri. Oleh karena itu tidakada orang yang bertukar pikiran tentang pengalaman agamanya dapatmembicarakan satu soal yang sama.
2.  Bahwa barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional lebih daripada
membicarakan agama, karena agama merupakan hal yang saktidan luhur.
Berpijak dari pemahaman tersebut, tidak heran jika fenomena munculnyaagama-agama baru sebagai wujud asal-usul atau latar belakang pendambaannyaakan keadilan, ketenangan dan keteraturan di muka bumi ini, karena memangaliran-aliran yang muncul tidak pernah terlepas dari agama mainstreamnya.


DAFTAR ISI

Zakiah Deradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,1973.

Syafa’at, Mengapa Anda Beragama Islam, Wijaya, Jakarta, 1965.

Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Badan Penerbitan IAIN Wali SongoPress.

T. H. Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Pernbandingan Agama, Galura Pase, Jakarta, 2006.

Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam II, Pen. Widjaja, Jkaarta, 1973.

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid 3, Universitas Indonesia,Jakarta, 1985.

Prof. Dr. h. Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Yayasan An-Nida’, Yogyakarta, 1969.

Harun Nasution, Op.cit.

Taib Thahir Abdul Muin, Op.Cit.

Mahmud Syaltut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Daarul Qalam, Qahirah, cetakan ketiga, 1966.

Hasbi ash-Shiddiqy, Al-Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1952.

Ustaz Imam Ghazali bin Hasan, Kitab al-Imamah, Pustaka Al-Makmuriyah, Surakarta, 1981.

Imam Ragib, dalam Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, wali Songo Press,Yogyakarta.

Thaib hahir Abdul Muin, Op. Cit

Agus Salim, Tauhid, Taqdir, Tawakal, Tintamas, Jakarta, 1967.

A. C. Bouquet, Comperative Religion, Peguin Book, Inc, Harmondsworth, Middlessex,England, 1973.

Encyclopedia of Religion and Ethics, Vol. 10.

H. M. Rosyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta,1974.

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentaliet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974.

Harun Nasution, Op.cit.
L. B. Brown (Ed), Psycholoy and Religion, Penguin Book Inc., London, 1973.

Ibnu Jarir, Mengenal Agama-agama Besar, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang,1984.

Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Mizan, Bandung,1986.

Yusuf Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1983.

William Howells, Penyembahan Berhala Orang Primitif dan Agamanya, Newyork AmerikaMuseum of Natural Histori, 1962.

Prof. Dr. H. Abdullah Ali, M.A, op. Cit.
Clifford Geeertz, Religion as a Cultural System, Micheal Banton, 1962.
Prof. Dr. H. Abdullah Ali, M.A, Op. Cit.



[1]Zakiah Deradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,1973, hal.12
[2]Syafa’at, Mengapa Anda Beragama Islam, Wijaya, Jakarta, 1965, hal. 20
[3]Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Badan Penerbitan IAIN Wali SongoPress, hal. 1-2
[4]T. H. Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Pernbandingan Agama, Galura Pase, Jakarta, 2006, hal.19.
[5]Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam II, Pen. Widjaja, Jkaarta, 1973, hal. 5
[6]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid 3, Universitas Indonesia,Jakarta, 1985, hal. 5

[7]Ibid., hal. 5
[8]Prof. Dr. h. Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Yayasan An-Nida’, Yogyakarta, 1969, hal. 9
[9]Harun Nasution, Op.cit., hal. 9
[10]Taib Thahir Abdul Muin, Op.cit., hal. 6 dan 122.
[11]Mahmud Syaltut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Daarul Qalam, Qahirah, cetakan ketiga, 1966,hal. 74
[12]Hasbi ash-Shiddiqy, Al-Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1952, hal. 50.
[13]Ustaz Imam Ghazali bin Hasan, Kitab al-Imamah, Pustaka Al-Makmuriyah, Surakarta, 1981,hal. 43.
[14]Imam Ragib, dalam Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, wali Songo Press,Yogyakarta, hal. 5
[15]Thaib Hahir Abdul Muin, Op. cit., hal.5
[16]Agus Salim, Tauhid, Taqdir, Tawakal, Tintamas, Jakarta, 1967, hal. 6
[17]A. C. Bouquet, Comperative Religion, Peguin Book, Inc, Harmondsworth, Middlessex,England, 1973, hal. 3.
[18]Ibid
[19]Encyclopedia of Religion and Ethics, Vol. 10, hal. 663
[20]H. M. Rosyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta,1974, hal. 49.
[21]Ibid.
[22]Ibid.
[23]Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentaliet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974, hal.138

[24]Harun Nasution, Op.cit., hal. 11
[25]L. B. Brown (Ed), Psycholoy and Religion, Penguin Book Inc., London, 1973, hal. 62
[26]Ibnu Jarir, Mengenal Agama-agama Besar, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang,1984, hal. 39

[27]Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Mizan, Bandung,1986, hal. 45
[28]Yusuf Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1983, hal. 17

[29]William Howells, Penyembahan Berhala Orang Primitif dan Agamanya, Newyork AmerikaMuseum of Natural Histori, 1962, hal. 24
[30]Prof. Dr. H. Abdullah Ali, M.A, op. cit, hal. 35
[31]Clifford Geeertz, Religion as a Cultural System, Micheal Banton, 196, hal.63
[32]Prof. Dr. H. Abdullah Ali, M.A, Op. cit, hal. 36
[33]Ibid., hal. 38-39
[34]Ibid., hal. 40
[35]Ibid.
[36]Ibid.

SOAL UTS KEWIRAUSAHAAN II SMT VII

UJIAN TENGAH SEMESTER (U T S) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (F EB I) UNIVERSITAS SURYAKANCANA TAHUN AKADEMIK 20 22 -202 3   Mata...